Kamis, 10 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab.13 Perasaan Fatimah

Happy Reading All 😘

*Fatimah POV on*

Di sini lah aku sekarang, dirumah mantan suami ku, sejujurnya aku sangat barat hati saat akan datang ke sini dan bertemu dengan orang yang perna jadi suami ku, tapi ini semua ku lakukan demi anak ku Alif, semua orang melihat ku sebagai wanita tanggu, wanita yang mandiri, wanita yang cerdas, wanita yang tegar, wanita yang shalehah, tapi sebenarnya aku hanya wanita yang lemah, aku sama seperti wanita pada umumnya, yang ingin di sayang, yang ingin  di manja, yang ingin diperhatikan, yang ingin  di mengerti dan wanita yang butuh sandaran dikala hati ini sedang terpuruk dan terjatuh ke dalam jurang kehancuran. Memang kedengarannya seperti aku tak percaya akan kehendak Tuhan, tapi kembali lagi aku ini hanya manusia biasa yang masih banyak kekurangan, yang masih mmpunyai hawa nafsu. Aku meratap, menangis, bersimpuh pada yang maha Kuasa berusaha tuk ihklas seutuhnya demi anak ku, aku harus bangkit walau tanpa seorang laki-laki yang memimpin ku, aku harus bangkit tuk diri ku dan anak ku.

Salam ku ucap kan  waktu sampai ke depan pintu rumah nya
“Assalamu'alaikum...”

“Waalaikumsalam”

Aku melihat Humaira yang membukakan pintu tuk ku dan bang Ardhan, sakit hati saat melihat nya kurasa bukan rasa itu yang kurasakan, tapi lebih ke rasa kecewa namun sebisa mungkin akan ku singkirkan rasa itu, karna aku yang ingin mengikhlaskan jadi aku harus berlapang dada.

Dia mempersilahkan kami masuk, saat masuk aku melihat Alif keluar dari dalam rumah dan langsung menghamburkan diri nya ke pelukan ku.

“Silahkan masuk mbak, bang!”
Ajak Humaira kepada kami.

“Ammi, Alif lindu ammi, nanti Alif ikut ammi ya, kata ayah Alif halus nanya ammi dulu balu boleh ikut...”
Aku senang melihat dan mendengarkan anak ku bercoteh, tanpa terasa air mata ku mengalir membasahi pipi ku saat melihat anak ku.
Dia mengusap lembut air mata di pipi ku dengan tangan kecil nya saat melihat aku menangis.

“Ammi kenapa nangis, Alif tak mau liat ammi nangis, Alif sedih lau liat ammi kayak gini hiks hiks.”

Anak ku mulai menangis, sakit hati ku rasa nya melihat anak ku menangis karna menghawatirkan diri ku.

“Tidak sayang, ammi senang bisa ketemu sama kamu, oleh karna itu ammi nanggis, ini air mata kebahagiaan sayang.” Aku tersenyum milihat anak ku supaya dia tidak merasa sedih lagi.
Alif pun berhenti memagis setelah aku membujuk nya.

Tak lama berselang mas Fahril datang menghampiri kami, dia menyapa ku dan bang Ardhan, aku hanya tersenyum berusaha menyimpan luka yang masih basah, yang masih terasa perih jika teringat akan peristiwa itu. Aku berusaha menutupinya walau tak mudah.

“Assalamu'alaikum Ardhan, Fatimah.” Sapa nya pada kami berdua

“Walaikumsalam” Jawab bang Ardhan dan aku hanya menjawab di dalam jati dan masih terus tersenyum.

Mas Fahril berusaha mengajak ku berbicara walau hanya seputar Alif dan kesibukan ku sekarang, aku hanya menjawab seperlunya saja, karna ku tau aku harus menjaga hati Humaira yang saat ini berstatus sebagai istri mas Fahril, sedangkan aku hanya seorang mantan istri.

“Bagaimana keadaan Kiai Abdullah?” lagi mas Fahril bertanya kepada ku

“Alhamdulillah Kiai Abdullah sekeluarga sehat, oh iya mas ada undangan dari Fatma, dia akan menikah dua minggu lagi, ini undangan nya, dia berharap mas dan Humaira bisa hadir di pernikahan nya nanti.” Jelas Fatimah yang merasa agak canggung saat berbicara dengan Fahril.

“Insyaallah, aku dan Humaira akan hadir di pernikahan Fatma”

Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan nya. Tak lama dari situ kami undur diri dan mengajak Alif ikut serta bersama kami, Anak ku begitu senang bisa ikut bersama ku. Hati ku menghagat melihat anak ku yang begitu bahagia bahkan dengan hal-hal yang kecil seperti ini, aku bahagia memiliki anak seperti Alif yang tak pernah menuntut dia hanya ingin satu, yaitu kasih sayang dari kedua orang tua nya, sebisa mungkin aku dan mas Fahril memenuhi keinginan kecil nya ini, walaupun kami telah berpisah.

Waktu menjelang siang, kami sampai di rumah orang tua bang Ardhan, karna memang jarak antara rumah mas Fahril dan orang tua angkat ku ini tidak lah jauh.

“Assalamu'alaikum” Ucap kami barsamaan saat berada di depan pintu yang terbuka, ku melihat orang tua angkat ku lagi duduk santai di ruang tamu, mereka sengaja menunggu di ruang tamu karna mereka telah mengetahui akan kepulangan kami hari ini.

“Waalaikumsalam” Jawab mereka kompak, lalu pandangan mereka beralih ke Alif yang sedang berada di dalam gendongan bang Ardhan.

“Eh ada Alif, sini cucu oma duduk di samping oma” Lalu mama mengambil Alif dari gendongan bang Ardhan dan menuntun Alif masuk ke dalam rumah, Aku hanya tersenyum melihat perlakuan orang tua angkat ku terhadap Alif.

“Ayo masuk nak, jangan  berdiri di situ, kayak orang yang mau nagih hutang aja tidak masuk.”

Aku mengangguk dan mengulas senyum ku ke pada papa Wijaya.

Bang Ardhan mengekor di belakang ku, sampai akhirnya bang Ardhan membuka suara setelah kami hanya tinggal berdua di ruang keluarga, karna Alif ikut mama dan papa ke taman yang ada di belakang rumah yang besar ini.

“Fatimah kenapa sejak pulang dari rumah Fahril, kamu jadi tidak banyak bicara?” Tanya nya pada ku

Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa aku lebih pendiam setelah kepulangan kami dari rumah mas Fahril, aku cuma merasa nyaman saja dengan cara diam ku ini, mungkin bisa di bilang aku merasa kecewa, sedih, bahagia menjadi satu. Kecewa karna penghianatan mas Fahril, sedih karna aku masih susah untuk ikhlas akan segalanya dan bahagia karna masih banyak yang menyayangiku. Mungkin rasa itu lah yang tepat untuk perasaan ku sekarang.

Ternyata memang benar melupakan orang yang menyakiti itu lebih susah, bukan berarti aku mencintai nya tapi aku merasa lelah dengan perasaan ini. Lamunan ku terhenti saat terdengar suara bang Ardhan yang kembali bertanya kepada ku.

“Fatimah kamu kenapa? Kok malah melamun! ”

“Tidak bang Fatimah hanya merasa lelah, mungkin karna perjalanan yang cukup jauh dan lama sehingga membuat Fatimah lebih memilih untuk diam sangking capek nya.”Jawab ku sambil terus menyelipkan senyum termanis ku

“Benar cuma karna capek?  Bukan karna yang lain?” Tanya nya lagi untuk memastikan bahwa yang ku katakan benar ada nya.

Aku tersenyum “Iya abang, Fatimah tidak apa-apa!”

“Ya sudah kalau capek kamu istirahat saja dulu di kamar, biar Alif nanti abang yang urus, lagi pula sekarang dia masih main sama oma dan opa nya di taman belakang” Katanya sambil tersenyum tulus ke pada ku.

Akhirnya aku memilih tuk istirahat di kamar ku “Iya bang, Fatimah istirahat dulu ke kamar ya, Fatimah ingin  tidur sebentar, titip Alif ya bang” Aku berlalu meninggalkan bang Ardhan yang mengangguk dan tersenyum kepada ku.

*Fatimah POV off*
Bab Berikutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: