Jumat, 28 Mei 2021

Jodohku Milik Orang Bab.8 ikhlas

“Abang kok bisa tau apa yang ingin ku pikirkan?” Pikir Fatimah yang merasa agak heran. 

“Udah jangan  heran  gitu mukanya, aku tau apa yang ingin kamu tanyakan dari expresi wajah kamu, walau sudah berusaha kamu tutupi.” Kata Ardhan. 

Fatimah hanya bisa tersenyum menanggapi jawaban dari Ardhan
Walaupun jawaban Ardhan mengingatkan nya akan sosok Fahril yang pernah mampir di kehidupan nya dan pasti nya kalau dia kembali ke pesantren akan mengingatkan diri nya akan Fahril yang dulu, walau kelihatannya tak mampu melupakan, tapi hati nya telah ihklas dengan keadaan yang ada.

🌹🌹🌹

Hari ini Fatimah berangkat ke pesantren, pesantren tempat dia menimba ilmu waktu dulu.
Fatimah di antar oleh keluarga angkat nya sampai ke bandara, berhubung pesantren nya yang dulu berada di luar kota.

“Ma, Pa.. 
Fatimah berangkat dulu ya, jaga kesehatan, Mama jangan sering telat makan nanti sakit, Pa kalau mama susah makan tolong kasih tau Fatimah ya.” Kata Fatimah mewanti wanti orang tua angkat nya bukan tanpa alasan, orang tua angkat nya baru keluar dari rumah sakit karna penyakit mag nya sering kambuh akibat telat makan bahkan tidak makan seharian. 

“Iya sayang, Papa akan jagain Mama, yang penting kamu fokus sama urusan mu saja dulu, Papa maupun keluarga kandung mu akan selalu mendukung mu, selama itu demi kebaikan.” Ucap pak Wijaya. 

“Makasih Pa, Ma.. Fatimah brangkat dulu ya.” Kata Fatimah sembari memeluk Mama Ratih. 

“Iya sayang hati-hati, jaga diri, jaga kesehatan, kalau sudah sampai kabari mama dan Papa.” Ucap Mama Ratih yang masih memeluk Fatimah. 

Ardhan yang sedari tadi hanya diam akhirnya buka suara. 

“Pa, Ma.. Ardhan berangkat dulu ya, gak lama kok paling cuma tiga hari.” Kata Ardhan sambil mencium kedua tangan orang tua nya. 

“Memangnya Abang mau ke mana?” Tanya Fatimah karna dia tidak tau Ardhan juga ingin pergi, tapi tak tau ke mana. 

“Ikut kamu.” Ardhan menjawab dengan santai, tanpa menanggapi rasa terkejut Fatimah. 

“Ngapain Bang?” Tanya Fatimah heran. 

“Mau cari jodoh.” Jawab Ardhan asal. 

“Yang bener Bang?” Tanya Fatimah masih dengan rasa keterkejutan nya. 

“Ya engak lah, kamu pikir orang ke pesantren tuh mau apa coba?” Tanya Ardhan pada Fatimah. 

“Ya kalau Abang yang ke pesantren...
biasa nya mau jadi donatur atau ngak, mau jadi tenaga pengajar?!” Menurut pemikiran Fatimah ya begitu lah. 

“Nah tu tau, tapi untuk yang kedua boleh juga tu untuk di coba.” Goda Ardhan dan tersenyum ke arah Fatimah sambil menaik turunkan alis nya. 

“Ya kalau Abang siap jadi pengajar di sana apa salahnya” Jawab Fatimah sambil tersenyum menanggapi ucapan Ardhan. 

Ardhan hanya tersenyum menanggapi ucapan Fatimah, yang menurut nya bisa jadi salah satu cara untuk lebih mengenal Fatimah. 

“Yuk kita check in, dua puluh menit lagi pesawat nya akan take off.” Ajak Ardhan pada Fatimah. 

“Ya sudah kalian hati-hati.” Ucap pak Wijaya. 

“Assalamu'alaikum Ma, Pa.” Ucap Fatimah dan Ardhan bersamaan. 

“Waalaikumussalam, kalau sudah sampai kabari Mama dan Papa.” Ucap Mama Ratih. 

Ardhan dan Fatimah hanya tersenyum dan mengangguk. 

🌹🌹🌹

Setelah menempuh dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai ke pesantren yang di tujuh. Kedatangan mereka telah di sambut oleh yang empunya pondok pesantren. Karna Fatimah telah memberikan kabar dari jauh-jauh hari

“Assalamu'alaikum Kiai.” Fatimah. 

“Waalaikumussalam.” Kiai Abdullah(Kiai yang dimaksud oleh Fatimah)

“Silahkan masuk nak, kamu sudah di tunggu sama Nyai dan Fatma di dalam, ini pasti nak Ardhan yang di maksud Fatimah kan?” Tanya Kiai yang melihat Ardhan yang berada di belakang Fatimah. 

“Assalamu'alaikum Kiai, iya saya Ardhan.” Jawab Ardhan memperkenalkan diri sambil salim pada kiai Abdullah. 

“Waalaikumussalam, Ayo nak sekalian kita masuk.” Ajak Kiai Abdullah. 

“Assalamu'alaikum Fatimah, apa kabar kamu?  Udah lama kita ngak ketemu, terakhir ke sini waktu kamu mau nikah sama Fahril kan.” Kata Fatma yang antusias melihat sahabat nya. 

Fatma sangat senang melihat sahabat nya datang, tapi Fatma belum tau kalau Fatimah dan Fahril sudah berpisah, dikarnakan Fatma baru pulang dari Kairo belum lama ini jadi Fatma belum tau semua nya. 

“Iya Fatma, terakhir sama mas Fahril.” Fatimah berucap lirih. 

Tidak bisa di pungkiri bahwa Fahril perna mengisi hari-hari Fatimah walau kehadiran Fahril dari awal tidak pernah mengetarkan hati nya, tapi Fatimah sudah terbiasa dengan  kehadiran Fahril. 

“Kamu kenapa?  Kok keliatan kayak ngak semagat nyebutin Fahril!” Fatma menyadari ada yang aneh pada sahabat nya. 

“ehemm.” Ardhan berdehem. 

“Eh ini siapa Fatimah?  Kamu sama mas ini ke sini? Kok bukan sama Fahril.” Fatma semakin kepo dengan kelakuan sahabat nya itu. 

“Udah nanti dulu tanya-tanya nya lebih baik kita shalat zuhur dulu, habis itu makan siang setelah itu baru kalau ingin bertanya!” Ucap Kiai yang menyadari kebimbangan di hati Fatimah. 

“Iya Abi.” Jawab Fatma. 

“Iya Kiai.” Jawab Fatimah. 

Ucap mereka secara bersamaan. Selesai shalat zuhur mereka melanjutkan dengan makan siang, setelah itu Fatma mengajak Fatimah masuk ke kamar nya, sedangkan Ardhan berkeliling pesantren bersama Kiai Abdullah. 

“Ayo ukhti cerita, apa yang membuat kamu murung dan sedih saat aku nyebut nama Fahril!?” Fatma merasa sedih melihat sahabat nya yang murung. 

Akhirnya Fatimah menceritakan semua kejadian yang di alami nya bersama Fahril, dan tentang dia kecelakaan dan selama dia koma juga di cerita kan. 

“Astagfirullah, maaf aku ngak ada pada masa dimana kamu mengalami keterpurukan!” Kata Fatma sambil memeluk Fatimah yang sudah berurai air mata. 

“Tidak apa-apa ukhti, InsyaAllah aku sudah ihklas, walaupun terasa berat harus tetap ku hadapi.” Fatimah berkata dengan lembut berusaha menahan rasa sedihnya, meskipun begitu air mata tetap mengalir deras. 

*Sekuat-kuatnya wanita pasti kan menangis juga, entah karna sedih atau pun karna bahagia, setiap orang memiliki jalan hidup dan takdir masing-masing, karna skenario Allah lebih indah dan lebih baik untuk kita, walau terkadang kita merasa tak adil, tapi kan indah pada waktunya.

🌹🌹🌹

Kini Fatimah sudah berada di kamar yang di peruntukan khusus tuk para pengajar di pesantren.

Fatimah menolak tinggal di rumah Kiai, dengan alasan tidak leluasa mengawasi santriwati dan takut akan timbul fitnah.

“Ini kamar kamu ukhti, kenapa tidak tinggal di rumah ku saja?
Kan enak, aku jadi punya teman satu kamar!” Kata Fatma sambil memayun kan bibir nya. 

“Walau sudah ku jelas kan, kamu masih saja seperti ini, kita kan masih bisa ketemu setiap hari jangan suka berlebihan, tidak baik tuk anak perawan.” Goda Fatimah dan tersenyum kepada sahabat  nya, yang sedikit manja bila bersamanya. 

“Kamu suka gitu, aku kan ngak bisa nolak kamu.” Ucap Fatma sambil tersenyum. 

Akhirnya mereka tertawa bersama, mengingat perdebatan singkat mereka tadi.

*flasback on 

“Ukhti kamu di sini saja ya, satu kamar saja dengan aku.” Bujuk Fatma. 

“Tidak bisa Fatma!! Ukhti ku yang cantik, kalau di sini aku akan susah mengawasi santriwati dan aku juga takut akan ada nya fitnah.“ Jelas Fatimah pada sahabat nya itu.”

“Fitna apa? Kamu kan sama-sama wanita, sama kayak aku!?” Tanya Fatma masih belum mau kalah. 

“Ya yang namanya fitnah itu bisa datang kapan saja tanpa kita sadari dan kadang, kita juga tidak tahu apa yang memicu fitnah itu kenapa bisa datang kepada kita.” Fatimah berusaha menjelaskan lagi pada sahabat nya itu.”

“Ngak bakalan deh, aku jamin ngak ada yang berani.” Ucap Fatma masih dengan pendirian nya. 

“Emang kamu bisa jamin takdir nya Allah? Ngak bisa kan. Aku hanya takut akan ada rasa dibeda-bedakan antara pengajar, jika aku tinggal di sini.” Fatimah menjelaskan pada Fatma, walau Fatma tak sepenuhnya setuju, tapi dia tak bisa melawan lagi. 

“Iya deh kamu memang, selalu menang jika berdebat masalah begini.” Kata Fatma pasrah atas keputusan sahabat nya, yang tak mungkin dia halangi lagi. 

*flesbek off

“Ya sudah ku tinggal dulu, kamu beres-beres aja dulu assalamu'alaikum!” Ucap Fatma dan berlalunya pegi. 

“Iya, makasih ukhti Fatma. wa'alaikumussalam.” Fatimah tersenyum kepada sang sahabat yang mulai melangkah keluar. 

***
Di lain tempat Ardhan dan pak Kiai sudah selesai berkeliling, sekarang sudah berada di rumah pak Kiai. 

“Seperti yang sudah saya katakan tadi Kiai, saya akan  menjadi donatur tetap tuk pesantren ini, mohon di terima niat baik saya.” Ardhan menyerah kan selembar cek, yang lumayan besar nominal nya. 

“Saya terima niat baik nak Ardhan, saya ucap kan terimakasih.” Ucap Kiai sambil menerima cek yang di berikan oleh  Ardhan. 

“Nak Ardhan ingin bermalam di sini atau di asrama santriwan?” Taanya Kiai kepada Ardhan. 

“Lebih baik saya tinggal di asrama santriwan saja Kiai, kalau di sini takut nya akan timbul fitnah.” Jawab Ardhan sopan. 

Kiai Abdullah hanya tersenyum menanggapi perkataan Ardhan.

Kiai Abdullah menyuruh salah satu santriwan mengantar Ardhan ke asrama santriwan lebih tepat nya asrama khusus pengajar laki-laki.

🌹🌹🌹

Fatimah baru selesai merapikan barang-barang yang dia bawa. 
Fatimah sendirian di dalam kamar karna  teman sekamarnya sudah tidak mengajar di pesantren lagi, alhasil Fatimah sendirian dikamar yang seharusnya di huni dua orang itu.

“Ya Allah tak terasa sudah mau magrib, lebih baik aku mandi dulu, habis itu baru siap-siap.” Ucap Fatimah berbicara sendiri. 

Setelah mandi Fatimah menunggu waktu shalat dengan membaca Al-Quran
Begitu pun setelah shalat Fatimah membaca Al-Quran lagi. 

***
Fatimah baru selesai makan malam bersama keluarga Kiai Abdullah dan Ardhan, kini Fatimah sudah berada di dalam kamar. 

“Ya Allah jika masih ada jodoh untuk ku di dunia ini, maka tolong jaga dia yang entah berada di mana, tolong jaga iman nya dan tolong jaga hati nya tuk ku sampai saat nya Kau persatu kan kami.” Do'a Fatimah di dalam hati yang saat ini duduk di tepi ranjang sambil mendegar kan sholawat yang menenangkan hati. 

*Nurul Huda Wafana*

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

~*~*~

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

~*~*~

Haadzal malaadzul ‘adzim
~Ini adalah anugerah yang tiada terkira

Haadzaar ro-uufur rohim
~Ini merupakan anugerah kasih

Ataa biqolbin saliim
~Engkau datang dengan sepenuh hati yang bersih

Shollaa ‘alaihi maulaana
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Haadzal malaadzul ‘adzim
~Ini adalah anugerah yang tiada terkira

Haadzaar ro-uufur rohim
~Ini merupakan anugerah kasih

Ataa biqolbin saliim
~Engkau datang dengan sepenuh hati yang bersih

***

Bab Berikutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: