Sabtu, 26 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab. 19 Penolakan Fatimah

Kalau cinta hanya sebatas “DUNIA” 
Kau tak akan pernah merasakan “KETULUSAN HATI” yang sebenarnya
Hanya “HATI” yang dipenuhi oleh “CINTA”
Yang dapat menjangkau “LANGIT TERTINGGI”
(Jalaludin Rumi)

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Tuhan sudah menentukan diri kita untuk siapa???
Tuhan juga sudah menentukan jalannya seperti apa???
Yang perlu kita lakukan hanya “IKHLAS”
Menerima & mengikuti tanpa mencari yang salah. 
Dan yang terpenting rapikan hati agar tidak berantakan lagi😄

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Tidak terasa sudah enam bulan Fatimah berada di pesantren dan beberapa hari lagi Fatimah akan pergi dari sana guna untuk melanjutkan studinya yang belum sempat ia selesaikan.

“Assalamu'alaikum Kiai” Fatimah.

“Wa'alaikumussalam Fatimah, mari masuk nak!” Kiai Abdullah mempersilakan Fatimah untuk masuk ke kediamannya.

“Iya Kiai.”

“Ada apa nak?”

“Saya mau pamitan Kiai, insyaallah besok saya akan brangkat, untuk melanjutkan studi saya yang belum sempat saya selesaikan di Jakarta.”

“Jadi besok kamu jadi berangkat nak?” Tanya Kiai Abdullah yang sudah mengetahui rencana Fatimah namun dia tidak tau kalau besok Fatimah akan berangkat. “Apa kamu sudah berpamitan dengan Fatma dan yang lain nya?”

“Kalau dengan yang lain nya saya sudah berpamitan, tapi dengan Fatma dan mas Sultan belum Kiai, rencana nya hari ini saya akan berpamitan.” Fatimah menjelaskan dengan lugas dan tersenyum ramah kepada Kiai Abdullah.

“Ya sebaik nya kamu berpamitan kepada mereka!” Perintah Kiai Abdullah kepada Fatimah.

“Iya Kiai.”

“Eh ada nak Fatimah, sudah lama nak?” Tanya Ummi yang baru datang dari dalam rumah.

“Iya ummi, Fatimah belum lama datang nya.”

“Oh ya Fatimah ummi boleh bertanya tidak?”

“Silahkan ummi, Fatimah akan menjawabnya jika Fatimah mampu tuk menjawab.” Fatimah menjawab dengan serius, tapi tetap dengan senyuman manis nya.

“Kamu kenapa nolak Sultan? Maaf kalau ummi lancang, tapi menurut ummi Sultan itu cocok untuk kamu.”

Fatimah terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan ummi. 

“Maaf ummi, tapi Fatimah menolak mas Sultan karna Fatimah belum siap untuk memulai berumah tangga kembali, jujur saya masih sedikit trauma atas apa yang pernah menimpa saya.” Jelas Fatimah mantap sambil memandang ummi dengan tatapan senduh.

“Jangan lama-lama menjanda nak, tidak baik untuk kamu jangan sampai menimbulkan fitnah.” Ummi memberi wejangan kepada Fatimah, karna menurut nya sudah ada calon yang baik kenapa tidak disegerakan untuk menjalin niat yang baik dan menghindari fitnah, karna fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.

**Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَا قْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَ خْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ وَا لْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقٰتِلُوْهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ حَتّٰى يُقٰتِلُوْكُمْ فِيْهِ ۚ فَاِ نْ قٰتَلُوْكُمْ فَا قْتُلُوْهُمْ ۗ كَذٰلِكَ جَزَآءُ الْكٰفِرِيْنَ

waqtuluuhum haisu saqiftumuuhum wa akhrijuuhum min haisu akhrojuukum wal-fitnatu asyaddu minal-qotl, wa laa tuqootiluuhum 'ingdal-masjidil-haroomi hattaa yuqootiluukum fiih, fa ing qootaluukum faqtuluuhum, kazaalika jazaaa-ul-kaafiriin

"Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 191)

*Karna fitnah itu termasuk perbuatan musyrik yang dosa nya lebih besar dari pembunuhan.**

“Iya ummi, Fatimah paham dengan ke kawatiran yang ummi rasakan, tapi saya tidak ingin menjadi duri di dalam daging yang bisa menghancurkan segalanya. Dengan cara saya menerima pinangan mas Sultan.” Fatimah tertunduk lesu karna teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu, lebih tepatnya satu bulan yang lalu.

“Memang nya apa yang kamu kawatir kan Fatimah, apa karna masalah sebulan yang lalu?” Ummi menatap sendu kepada Fatimah. “Walaupun dengan adanya kejadian itu kalau sudah jodoh apa pun tak kan bisa menghalangi, yakinlah kepada Allah nak, mohon petunjuk kepada-Nya insyaallah, Allah akan membantu.” Ummi merasa prihatin kepada Fatimah, karna dari dulu dia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya, walau kadang keputusan nya membuat seseorang kecewa, tapi dia yakin semua itu akan membuat orang bahagia atas keputusan nya, dan terbukti sampai saat ini keputusan yang dia ambil selalu baik tuk orang yang bersangkutan.

Fatimah hanya menunduk, sebelum dia menjawab pertanyaan dari ummi yang serasa berat bagi nya tuk sekedar menjawab, padahal dia sudah tau jelas jawaban dari pertanyaan ummi, dia berusaha supaya tidak menyakiti perasaan ummi.

Fatimah menarik napas panjang lalu membuangnya perlahan sebelum menjawab pertanyaan ummi.

“Fatimah sudah berserah diri dan memohon petunjuk ke pada Allah, dan Fatimah juga sudah melakukan shalat istikharah ummi. Allah mengirim kan pentunjuk Nya melalui mimpi saat Fatimah selesai melaksanakan shalat istikharah ummi, Fatimah yakin atas petunjuk itu karna menurut Fatimah itu lah yang terbaik tuk kami semua.” Fatimah berucap lembut berusaha menyakinkan ummi tanpa menyakiti perasaan ummi, dia juga selalu tersenyum manis di setiap tutur kata nya.

“Baik lah kalau itu adalah keputusan kamu, saya dan ummi akan tarima apalagi kamu sudah melakukan shalat istikharah memohon petunjuk pada-Nya.” Kali ini Kiai Abdullah angkat bicara setelah cukup lama menjadi pendengar setia, antara ummi dan Fatimah.

Fatimah menoleh dan mengucapkan terimakasih sambil tersenyum ramah kepada Kiai Abdullah dan Ummi.

“Terima kasih Kiai dan ummi yang telah mengerti akan keadaan saya.

🌹🌹🌹

Fatimah lalu kembali ke kamar asrama nya, setelah berpamitan kepada semua orang tanpa terkecuali, karna besok pagi dia sudah harus berangkat ke kota Jakarta guna melanjutkan studi nya yang sempat tertunda.

Fatimah termenung di dalam kamar, dia mulai teringat kembali akan kejadian sebulan yang lalu dan memutuskan tidak menerima pinangan Sultan.

*Flashback on*

“Assalamu'alaikum mbak.”

“Walaikumsalam Amel, sini masuk.” Ajak Fatimah kepada Amel.

“Iya mbak.”

“Ada apa Amel, tumben mau nemuin mbak di sini? Pasti ada yang sangat penting ya sehingga kamu kesini, biasa nya kan gitu.” Fatimah tersenyum karena mengingat jika Amel ke sini pasti ada hal yang penting saja, karna itu lah kebiasaan Amel, walau kadang datang hanya tuk bermain, tapi ya keseringan saat penting saja.

“Mbak tau aja kalau ada yang penting, ini menyangkut mas Sultan yang mau melamar mbak, tapi saya sarankan mbak tidak usah menerima nya.”

“Memang nya kenapa Amel, apa ada alasan lain sehingga kamu menyuruh mbak menolak, tidak mungkin kamu bicara seperti itu tanpa ada alasan yang benar.” Jawab Fatimah sembari tersenyum dalam menanggapi omongan Amel.

“Gini ya mbak sebenarnya ada orang yang dari dulu sampai saat ini yang mengharapkan bisa menikah sama mas Sultan, tapi dia tak berani dan hanya menyelipkan nama mas Sultan di dalam setiap do'a nya, aku takut dia akan berbuat hal-hal yang bodoh karna mendengar kabar bahwa mas Sultan mau mempersunting mbak Fatimah.” Jelas Amel panjang lebar denga mimik wajah serius.

“Oh jadi itu yang kamu kwatir kan” Fatimah pun tersenyum menanggapi perkataan Amel “Kamu tenang saja, teman mu itu tak kan berbuat hal-hal bodoh, karna mbak sudah menolak mas Sultan dan mbak juga sudah bertemu dengan teman mu yang kau maksud tadi.”

“Jadi mbak sudah tau siapa orang yang menyukai mas Sultan?!” Tanya Amel antusias. 

Fatimah mengangguk dan tersenyum kepada Amel, yang dianggap nya sangat lucu saat sedang berbicara serius dan langsung di sambut dengan ekspresi kaget nya yang agak berlebihan menurut orang yang melihat nya. 

“Yang benar mbak, mbak tidak bohong kan?!” Masih dengan ekspresi keterkejutan nya. 

“Iya mbak serius, bahkan mbak juga sudah memberi tahu Kiai Abdullah tentang hal ini dan menyarankan pada Kiai supaya menjodohkan mas Sultan dan Novia, karna yang mbak lihat Novia itu orang nya pantas untuk berdampingan dengan mas Sultan.”

“Jadi kapan Novia menemui mbak, trus kapan mas Sultan melamar mbak dan kapan mbak bicara sama Kita Abdullah?” Rentetan pertanyaan yang diucapkan dalam satu tarikan napas. 

Sebelum menjawab pertanyaan Amel, Fatimah hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah Amel yang bertanya begitu banyak, tapi hanya dia lakukan dalam satu kali tarikan napas. 

“Kamu itu ya, kalau bertanya satu-satu, trus apa tidak susah bicara dalam satu kali tarikan napas begitu?”

Amel hanya cengegesan mendengar ucapan Fatimah. 

***

Apa ya kira-kira jawaban Fatimah? 

Terus ikuti kelanjutan cerita nya ya di “Jodohku Milik Orang”

Bab Berikutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: