Sabtu, 05 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab.12 Kembali Pulang

Happy Reading ๐Ÿ˜˜
๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน 

"Aku tu gugup banget, aku ragu jangan-jangan aku belum siap lagi dan gimana kalau banyak tamu yang tidak datang, bagaimana kalau mas Abizar salah sebut nama, aduh bagaimana ini!?" Fatma berbicara sambil memegang kepala nya, karna merasa prustasi.

"Ini ni yang di sebut ketakutan yang berlebih. Udah tenang aja ya, aku yakin kamu pasti bisa kok, soal gugup itu wajar karna hampir seluruh calon pengantin mengalami kegugupan, tapi ingat apa yang telah di gariskan oleh Allah itu pasti akan terjadi, kita hanya bisa berusaha dan meminta yang terbaik, apapun hasil nya nanti itulah yang terbaik dari Allah." Fatimah menenangkan Fatma sambil terus mengelus punggung sahabat nya.

"Ya aku tau ukhti, tapi seingatku dulu kamu tidak kayak aku ya ukhti?!"   Fatma merasa bahwa memang benar diri nya terlalu khawatir.

"Maksud ukhti?" Fatimah balik bertanya.

"Ya gini, perasaan yang berlebihan menjelang pernikahan." Jawab Fatma.

"Iya juga sih, seingat ku dulu juga gitu, sejujurnya kekhawatiran yang aku rasa kan semua nya ku pasrah kan pada Allah, ku serahkan dan ku sandarkan hanya kepada Allah." Jelas Fatimah.

"...."

"kok diam?" Tanya Fatimah karna sahabat nya itu mendadak diam setelah mendengar penjelasan dari nya.

"Aku ingin mendengarkan wejangan dari mu ukhti, terus apa?" Tanya Fatma lagi setelah acara diam nya tadi.

Fatimah tersenyum melihat Fatma yang sangat serius mendengar kan penjelasannya.

"Jadi, aku berharap kamu juga bisa berserah, berpasrah diri hanya kepada Allah, Insyaallah kamu kan menemukan dan di tunjukan jalan yang terbaik." Jelas Fatimah panjang lebar.

"Ya aku kan menuruti saran mu ukhti." Fatma.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Meraka bedua sampai di kediaman Kiai Abdullah, mereka mengucapkan salam secara barengan

"Assalamu'alaikum." Ucap Fatimah dan Fatma berbarengan.

"Walaikumussalam" Jawab orang yang ada di dalam rumah.

"Eh bang Ardhan sudah datang, apa kabar bang?" Kali ini Fatma yang nyletuk, karna dia terkejut tiba-tiba Ardhan sudah datang dan berada di rumah nya.

"Iya Fatma, saya baru saja tiba." Ardhan menjawab sembari melempar senyuman nya.

***
Fatimah kembali sendirian, karna sekarang ini dia lagi berada di asrama nya.

"Ya Allah meski mulut ini berkata ingin ikhlas, tapi kenapa hati ini belum bisa terima, apa aku brlebihan, atau aku yang terlalu egois, mengapa perasaan di hianati dan perasaan ditinggalkan begitu kuat terasa, apa karna aku berada di sini?” Gumam Fatimah yang merasa lelah dengan keadaan, tapi dia tetap terus berusaha.

“Di tempat yang terlalu banyak kenangan bersama nya dulu. Ku akui bahwa dia tidak pernah mengetarkan hati ku walau sekalipun, tapi kenapa rasa sakit di hati karna di tinggalkan nya begitu membekas, apa yang harus aku lakukan, apa aku harus mengikuti petunjuk yang ada di dalam mimpi panjang ku waktu itu?!” Fatimah berpikir keras antara mengikuti kemauannya atau mimpi yang pernah datang dalam tidur panjang nya waktu itu.

"Biarlah berjalan sesuai apa adanya, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik tuk ku. Lebih baik aku tidur soalnya besok harus berangkat pagi." Sambung nya lagi sebelu berbaring di atas tempat ntidur nya.

***
“Ukhti aku brangkat dulu ya, jangan berpikir yang berlebihan, serahkan semua kepada Allah, yakin lah akan janji Allah!” Fatimah mengingatkan dan sekalian berpamitan dengan Fatma sambil berpelukan.

“Iya ukhti, kamu juga jangan sedih lagi ya, walaupun kau berkata tidak, tapi aku masih tau kau itu orang yang seperti apa, karna seperti yang kau bilang kita bukan kenal satu atau dua hari, tapi sudah bertahun-tahun jadi aku telah hapal sifat dan kebiasaan mu.” Fatma membalas pelukan Fatimah sambil memberikan semangat pada sahabat nya itu.

"Ya kau yang paling tau aku setelah Allah dan orang tua ku." Fatimah hanya bisa tersenyum mendengar ocehan sahabat nya. "Ya sudah saya pulang dulu ya, Kiai, ummi, Fatimah pulang dulu ya insyaallah Fatimah akan secepatnya kembali." Pamit Fatimah sembari mencium punggung tangan Kiai Abdullah dan Ummi yang di ikuti oleh Ardhan.

"Fii amanillah(Semoga dalam lindungan Allah)" Ucap Kiai Abdullah.

"Ma'assalamah Kiai." Jawab Ardhan dan Fatimah bersamaan.

*Sementara itu di lain tempat dan waktu yang sama**

"Ayah kapan ammi kan jenguk Alif, Alifkan lindu ammi, apa ammi gak sayang Alif lagi?" Kata Alif sendu karna menahan rindu terhadap Fatimah.

"Insyaallah ammi kan jenguk Alif besok, atau mungkin hari ini.” Ucap Fahri menyemangati anak nya yang tengah bersedih.

"Yang benal ayah, ammi mau ke sini?" Alif sangan senang mendengar ammi nya akan datang.

"Iya sayang, jadi Alif sabar ya kalo tidak hari ini, insyaallah besok ammi ke sini." Fahril senang melihat anak nya yang sangat senang mendengar bahwa ammi nya akan datang.

"Iya ayah, tapi Alif boleh ikut ammi ya yah" Alif bertanya penuh harap

"Nanti Alif coba tanyakan langsung ke ammi aja ya sayang!" Fahril tidak mau mbebeni Fatimah jikalau dia langsung mengiyakan permintaan Alif, karna sampai saat ini pun Fahril masih sangat menghargai apa pun keputusan Fatimah, dia tak ingin lagi menyakiti hati wanita yang telah melahirkan anak nya, sejujurnya hati nya masih menginginkan Fatimah walau itu tak kan mungkin lagi, karna dia sudah memiliki istri yaitu Humaira.

Lamunan Fahril terhenti saat dia mendengar Humaira manggil nya.

"Mas, jadi atau tidak mbak Fatimah mampir ke sini, kasihan Alif sudah sangat rindu sama mbak Fatimah?!"  Humaira bertanya bukan tanpa alasan, karna hampir setiap malam Alif mengigau menyebut-nyebut nama Fatimah.

"Tadi Ardhan telpon, kata nya hari ini ammi nya Alif pulang sama dia, skalian akan langsung mampir kalau tidak kemalaman." Ucap Fahril pada Humaira.

“Oh, ya sudah kalau gitu aku mau masak dulu ya mas, siapa tau nanti mbak Fatimah beneran datang hari ini bisa sekalian kita makan sama-sama.” Senyum Humaira mengembang tulus saat mendengar Fatimah akan datang ke rumah nya hari ini.

“Iya sayang, mas mau nemenin Alif main dulu, kamu juga jangan terlalu capek kalau butuh bantuan panggil mas aja ya, kamu kan lagi hamil kasihan dedek nya kalau kamu kecapean.” Fahril memberikan perhatian lebih kepada Humaira karna saat ini Humaira lagi hamil muda, sebenarnya waktu belum hamil pun Fahril juga perhatian tapi sekarang semakin lebih perhatian.

Sekarang Fahril sudah mencintai Humaira, perhatian yang di berikan Humaira kepada nya dan Alif membuat nya sadar bahwa dia tidak boleh menyia-nyiakan istrinya yang saat ini, walau di hati nya Fatimah masih bertahta, dia akan berusaha menghapus cinta nya pada mantan istri nya itu.

"Iya mas, aku akan panggil kamu jika butuh bantuan." Humaira merasa senang karna suami nya sudah mulai mencintai nya walau dia tau Fatimah masih menguasai hati suami nya, tapi dia tidak berkecil hati karna itu lah yang harus dia terima atas pernikahan nya ini dan dia yakin bahwa Allah akan memberikan jalan yang terbaik tuk dia dan keluarga kecil nya ini.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

"Bang, ini mobil abang kok ganti lagi, perasaan yang kemaren bukan yang ini?" Fatimah bertanya karna mobil yang di bawah Ardhan yang pertama dengan yang ini  berbeda.

"Iya ini mobil abang, yang kemaren itu mobil nya papa, soalnya mobil abang kemaren lagi di bengkel jadi pinjam mobil papa.” Jelas Ardhan.

"Oh gitu, oh iya bang kita langsung ke tempat mas Fahril ya, soal nya aku udah rindu banget sama Alif." Fatimah berkata saat sudah berada di dalam mobil Ardhan.

"Iya, tadi juga abang sudah telpon Fahril kalau kita akan langsung ke sana habis pulang dari pesantren." Ardhan berbicara dengan bibir yang terus tersenyum manis.

"Ya Allah apa ini kenapa hati ku bergetar hanya dengan melihat senyuman bang Ardhan." Batin Fatimah bertanya-tanya dengan kondisi yang ada di dalam dada nya.

"Kok jadi bengong, terpesona dengan ketampanan abang ya." Ardhan berkata sambil menaik turun kan alis nya.

"Ih apa si bang, kok jadi lebai sih." Fatimah tertunduk malu akan sikap nya sendiri.

Ardhan hanya tersenyum melihat tingkat Fatimah yang malu-malu.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Mohon dukungannya
Jangan lupa komen, kritik dan saran
karna semua dukungan itu akan membuat saya lebih samangat lagi nulis nya dan saya akan berusaha menjadi lebih baik lagi dalam menulis.

Thanks all ☺

Semoga sehat selalu ๐Ÿ˜‰

Rabu, 02 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab.11 Persiapan

Happy reading all ๐Ÿ˜˜

"Kau juga ukhti, jangan berlarut-larut dengan kesedihan, ku doa kan supaya Allah mengirim kan jodoh yang terbaik tuk mu" Fatma tersenyum sambil mengenggam tangan Fatimah

"Aamiin, aku sudah ikhlas kok atas takdir yang harus ku jalani" Fatimah tersenyum tulus

"Nah gitu dong, ini baru sahabat ku" Fatma

Dari cerita Fatimah dan Fatma, Abizar dapat menyimpulkan bahwa Fahril dan Fatimah sudah bercerai, tapi yang membuatnya binggung adalah kenapa mereka berpisah, karna setau Abizar, Fahril sangat lah mencintai Fatimah. Tapi lagi-lagi Abizar hanya diam tak ingin bertanya ataupun ikut campur.

"Ayo turun, kita sudah sampai" Ajak Abizar kepada ke dua wanita yang di hormati nya

Menurut Abizar, Fatimah dan Fatma adalah wanita yang patut tuk di hormati, sebab mereka berdua selalu menjaga harga diri mereka, selalu bersikap ramah, sopan santun,  dan yang insyaallah berhati mulia.

"Oh sudah sampai, ayo ukhti kita turun" Ajak Fatma sambil terus menggenggam tangan nya.

Fatimah hanya tersenyum, melihat tingkah sahabat nya itu.

Mereka sudah selesai melakukan fitting baju, dan akan melanjutkan perjalanan menuju tempat percetakan.

"Ukhti kalau undangan yang ini menurut mu gimana?" Tanya Fatma.

"Kenapa kau selalu menanyai ku, kenapa tidak meminta saran ke pada Abizar?!" Fatimah tersenyum melihat Fatma yang malu saat diri nya menyinggung tentang Abizar.

"Mas bagaimana menurut mu dengan kartu undangan yang ini, Fatma malu untuk menanyakannya pada mu, pilih lah salah satu?" Tanya Fatimah dan menyodorkan beberapa undangan yang ada di tangan nya.

Abizar memilih undangan yang berwarna abu-abu dengan aksesoris di bagian samping nya.

"Bagaimana kalau yang ini, simpele tapi tetap elegant" Abizar

"Ok juga tu, ya aku setuju sama pilihan kamu mas." Fatma tersenyum senang karna merasa tak salah memilih.

"Undangan sudah ya, jadi mau ke mana lagi ni, aku siap menemani kalian?" Tanya Fatimah sambil tersenyum telus menghadap sahabat nya.

"Berhubung sudah siang, kita cari makan dulu. Setelah itu kita mencari tempat buat shalat zuhur" Kata Abizar.

"Ayo kalo gitu." Fatma berjalan mendahului Abizar sambil terus menggandeng tangan Fatimah.

Abizar hanya tersenyum melihat indah nya persahabatan mereka. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Fatimah dan Fatma sudah pulang dan sekarang sedang berada di taman belakang rumah Kiai.

"Ukhti makasih sudah nemenin kita, maaf sudah merepot kan ukhti" Kata Fatma.

"Sudah tidak perlu makasih, kita kan sahabat dan lagi pula aku tidak repot kok. Malahan aku senang bisa di butuhkan dan bisa bantu kamu walau cuma segini." Fatimah tersenyum tulus kapada Fatma.

"Kamu memang sahabat terbaik ku" Fatma berucap sambil memeluk Fatimah.

"Kamu juga sahabat terbaik ku" Fatimah malas pelukan Fatma.

Fatimah merenggang kan pelukan nya "Oh ya nanti acara nya akan di lakukan di mana?" Tanya Fatimah.

"Insyaallah semua acara nya akan di lakukan di pesantren" Jawab Fatma.

"Acaranya masih dua minggu lagi kan?" Tanya Fatimah lagi.

"Iya, memangnya ada apa ukhti?" Jawab Fatma dan sembari bertanya.

"Insyaallah rencananya besok aku mau pulang, karna bang Ardhan ingin ke sini jadi sekalian besok aku mau ikut pulang." Kata Fatimah.

"Kalo gitu titip undangan buat orang tua mu, arang tua angkat mu dan Mas Fahril ya." Fatma.

"Ok sahabat ku." Fatimah.

"Kapan bang Ardhan mau ke sini?" Tanya Fatma.

"Hari ini ukhti." Jawab Fatimah.

"Iya tau hari ini, tapi tepat nya itu kapan ukhti!!" Fatma merasa geram atas jawaban sahabat nya itu.

"Astaghfirullah tidak usah pakai ngegas ukhti." Fatimah tersenyum melihat tingkah laku sahabat nya itu.
"Insyaallah sore setelah ashar, karna bang Ardhan berangkat siang dari sana." Sambung Fatimah lagi.

"Ya maaf ukhti, habis nya kamu jawab nya gitu"  Fatma menjawab sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kan ukhti juga nanya nya kayak gitu, jadi ku jawab seperlunya aja, bibir nya jangan kayak itu ah, tidak bagus anak perawan monyong gitu." Fatima tersenyum memandang sahabatnya yang lagi merajuk yang baginya sangat lucu.

"Monyong apa tu ukhti?" Fatma bertanya karna dia merasa baru pertama kali mendengar ucapan itu.

"Memang nya tidak tau monyong itu apa?" Tanya Fatimah dan Fatma hanya menggeleng menandakan dia tidak tau.

"Monyong itu ya kayak bibir kamu ini." Fatimah memberi tahu sambil mencubit ringan bibir sahabat nya itu.

"Akh sakit ukhti, kok gitu sih nanti bibir ku tidak perawan lagi loh." Kata Fatma sambil menggosok bibir nya.

"Mangkanya jagan suka merajuk, nanti tidak cantik lagi." Fatimah merasa senang bisa menjahili sahabatnya.ll

"Iya ya, tidak gitu lagi ukhti ku sayang." Kata Fatma Sambil memeluk Fatimah.

Fatimah membalas memeluk Fatma.

"Semoga persahabatan kita bisa sampai ke jannah nya Allah ya ukhti." Ucap Fatma karna dia merasa senang bisa mendapatkan sahabat yang sangat baik seperti Fatimah.

"Ammiin ukhti, semoga di ijabah oleh Allah." Jawab Fatimah.

"Iya ukhti, terimakasih sudah mau jadi sahabat ku, berbagi suka maupun duka dengan ku, terimakasih sudah mau menerima kelebihan dan kekurangan ku, selalu menasehati ku saat ku salah langkah, selalu mengingat kan ku untuk berserah diri hanya kepada Allah. Terimakasih atas semua nya, maaf ku perna tidak ada di saat titik terendah mu, maaf atas ketidak tahuan ku, maaf ukhti hiks hiks, maafin aku yang tak ada untuk mu saat itu hiks hiks" Fatma menangis sambil memeluk Fatimah.

"Tidak apa-apa ukhti ini sudah jadi jalan takdir ku, yang harus ku jalani dan ku terima dengan ikhlas, aku tidak menyalakan mu ukhti, karna saat itu kamu juga masih di Kairo, kita bersahabat bukan satu atau dua hari, tapi sudah bertahun-tahun jadi aku juga bisa memaklumi keadaan mu sahabat ku, sudah jangan sedih lagi kan mau nikah kok jadi sedih-sedihan gini nanti aura nya gelap loh." Goda Fatimah dan dia  tersenyum bahagia karna masih banyak orang yang peduli terhadap diri nya.

"Ih ukhti orang lagi sedih malah di candai, kan tidak jadi sedih lagi." Fatma melerai pelukan nya setelah mendengar kalimat terakhir yang di ucapan kan Fatimah.

"Udah ah, sudah waktu ashar ayo kita shalat dulu." Ajak Fatimah.

Fatma mengangguk tanda setuju atas ajakan Fatimah.

***
"Assalamu'alaikum Kiai, kaifa haluk? (Assalamu'alaikum Kiai, apa kabar?)" Tanya Ardhan.

"Walaikumsalam Ana Bikhoirin walhamdulillah (Walaikumsalam saya baik alhamdulillah)" Jawab Kiai Abdullah.

"Eh ada nak Ardhan, silahkan masuk nak!"  Ucap Ummi saat melihat Ardhan.

"Iya terimakasih ummi" Jawab Ardhan.

"Nak Ardhan sudah shalat apa belum?" Tanya Kiai Abdullah.

"Sudah Kiai, tadi di jalan saat mau ke sini" Jawab Ardhan.

"Mana yang lain Kiai, kenapa tidak kelihatan?"  Tanya Ardhan.

"Fatma dan Fatimah lagi di pesantren,sebentar lagi akan pulang.
Kata nya Fatimah ingin  pulang sama nak Ardhan besok, apa benar nak?" Tanya Kiai Abdullah.

"Iya Kiai, kata nya besok sekalian ingin mengantarkan undangan" Jelas Ardhan sopan.

"Nak Ardhan, maaf ya sebelum nya kalau perkataan saya kurang berkenan, tapi apa tidak sebaik nya nak Ardhan menikah saja sama Fatimah karna yang saya lihat nak Ardhan ini orang yang pantas untuk mendampingi Fatimah." Ucap Kiai Abdullah.

"Tidak apa-apa Kiai, sebenarnya saya sudah perna ingin berniat seperti itu, tapi sebelum saya menyampaikan niat saya Fatimah sudah menolak." Jawab Ardhan.

"Menolak gimana nak?" Tanya Kiai Abdullah bingung.

"Dia bilang tidak ingin terburu-buru dalam berumah tangga, karna mengingat kegagalannya yang pertama yang bisa di bilang membuat nya lebih berhati-hati dalam urusan berumah tangga, saya memaklumi itu karna setelah bercerai dia juga mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa nya" Ardhan.

"Oh jadi begitu." Kiai Abdullah.

"Iya Kiai, saya juga yakin kalau kita berjodoh pasti akan di persatu kan bagaimanapun caranya." Jawab Ardhan mantan.

"Ya tetap yakin lah pada rencana Allah, karna skenario Allah lebih indah dan lebih baik daripada skenario kita." Kiai Abdullah tersenyum mendengar keyakinan Ardhan.

Di lain tempat dan waktu yang sama
Selesai mengajar, Fatimah dan Fatma melanjut kan pulang sambil berjalan santai dan di selingi dengan obrolan ringan.

"Ukhti gimana ya kalau udah nikah nanti, aku kok jadi gugup ya?" Tanya Fatma dan berbicara dengan wajah yang binggung.

"Tidak usah di tanya, nanti juga akan bisa sendiri secara alami" Jawab Fatimah dengan santai nya.

"Ih kok jawab nya gitu sih, aku tu serius ukhti, aku tu gugup banget, aku ragu jangan-jangan aku belum siap lagi dan gimana kalau banyak tamu yang tidak datang, bagaimana kalau mas Abizar salah sebut nama, aduh bagaimana ini." Fatma berbicara sambil memegang kepala nya.

"Ini ni yang di sebut ketakutan yang berlebih. Udah tenang aja ya, aku yakin kamu pasti sanggup kok, soal gugup itu wajar karna hampir seluruh calon pengantin mengalami kegugupan, tapi ingat apa yang telah di gariskan oleh Allah itu pasti akan terjadi, kita hanya bisa berusaha dan meminta yang terbaik, apapun hasil nya nanti itulah yang terbaik dari Allah." Fatimah menenangkan Fatma dan terus mengelus punggung sahabat nya.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Makasih man teman udah mampir ๐Ÿ˜˜

Sehat selalu all ๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜

Minggu, 30 Mei 2021

Jodohku Milik Orang Bab.10 Matahari Terbit

Happy Reading All ๐Ÿ˜˜
๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

๐Ÿ“ฑ“Assalamu'alaikum Bu, ada apa bu?” Fatimah. 

๐Ÿ“ฒ “Waalaikumsalam nak, ibu kangen sama kamu nak, kapan kau pulang ke sini sayang?” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Fatimah juga kangen sama Ibu, InsyaAllah lusa Fatimah pulang ke sana Bu.” Fatimah. 

๐Ÿ“ฒ “Kau apa kabar sayang?” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Alhamdulillah baik Bu, Ibu gimana kabarnya dan semua keluarga di sana?”

๐Ÿ“ฒ “Alhamdulillah semua yang ada di sini sehat semua, oh iya jangan lupa jaga diri, jaga kesehatan dan jangan sampai telat makan, Ibu tidak mau kamu jadi sakit dan jangan lupa jika ada masalah berserah diri lah kepada Allah sang pemilik kehidupan.” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Iya Ibu ku tersayang.” Fatimah tersenyum mendengar perhatian Ibu nya masih sama seperti dulu tak pernah berubah sampai saat ini. 

๐Ÿ“ฒ “Sudah dulu ya nak, Ibu hanya ingin tau kabar mu dan mengingatkan mu tuk jaga kesehatan dan jangan pernah lalai dalam hal agama.” Ibu. 

๐Ÿ“ฒ “Assalamu'alaikum, cepatlah istirahat ya sayang.” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Waalaikumsalam, iya Ibu ku sayang" Fatimah dan Ibu nya mengakhiri sambungan telepon nya. 

Setelah  memutuskan sambungan telepon dengan ibunya, HP Fatimah kembali berbunyi.

“Siap lagi yang menelpon ku?!
Mas Fahril ada apa ya?” Fatimah bertanya pada diri sendiri.

๐Ÿ“ฑ“Assalamu'alaikum mas.” Fatimah.

๐Ÿ“ฒ “Waalaikumsalam” Fahril.

๐Ÿ“ฑ“Ada apa mas, apa ada masalah sama Alif?” Fatimah nampak khawatir karna tiba-tiba Fahril menghubungi nya.

๐Ÿ“ฒ “Tidak ada Alif sehat kok, Alif cuma mau dengar suara kamu, kata nya rindu sama ammi nya!” Fahril menjelaskan karna terdengar kekhawatiran di suara Fatimah.

๐Ÿ“ฑ“Oh, mana Alif mas?” Fatimah lega karna tak ada yang perlu dia khawatir kan.

๐Ÿ“ฒ “Assalamu'alaikum ammi, Alif lindu ammi, ammi kapan jeguk Alif, Alif pengen main sama ammi, ammi gak lindu sama Alif ya?” Alif bertanya tanpa henti tak memberikan kesempatan untuk Fatimah menjawab.

Fatimah hanya tersenyum mendengar celotehan polos dari anak nya

๐Ÿ“ฑ“Wa'alaikumussalam sayang, kapan lagi ammi mau jawab, kalau Alif tanya terus!?” Ucap Fatimah masih dengan senyuman nya.

๐Ÿ“ฒ “Maaf ammi, tapi Alif benal-benal kangen ammi.” Jawab Alif lirih.

Fatimah yang mendengar nya langsung meneteskan air mata, sesungguhnya Fatimah juga sangat rindu pada anak nya tersebut, tapi tak mungkin bagi nya untuk terus datang ke rumah Fahril, jika Alif bersama nya juga akan sering di tinggal karna dengan kesibukan nya yang sekarang tak mungkin untuk menjaga Alif.

๐Ÿ“ฑ“Maafkan ammi ya sayang, ammi janji insyallah ammi secepatnya akan mengajak Alif bermain dan pergi jalan-jalan, Alif jangan sedih ya sayang, kan ada ummi sama ayah!” Fatimah merasa sedih karna perceraian nya berimbas pada anak nya, tapi dia bersyukur karna Alif memiliki ummi yang sangat baik.

๐Ÿ“ฒ “Iya ammi, tapi janji ya anti alan-alan dan main sama Alif, ammi agan boong ya.” Alif kembali ceria lagi setelah mendengar bujukan dari ammi nya.

๐Ÿ“ฑ“Iya sayang, ammi janji, tapi Alif Jagan jadi anak yang nakal, jadi lah anak yang shaleh, berbakti sama ayah, ammi dan ummi ya sayang!” Fatimah.

๐Ÿ“ฒ “Ok, siap ammi.” Alif.

๐Ÿ“ฑ“Mana ayah, ammi mau bicara sama ayah, kasi HP nya sama ayah sayang.” Perintah Fatimah kepada Alif.

๐Ÿ“ฒ “Ya ada apa Fatimah?” Fahril.

๐Ÿ“ฑ“Mas, maaf sudah beberapa minggu ini aku belum jenguk Alif dan sekarang aku ada di pesantren Kiai Abdullah, aku jadi pengajar sekaligus ingin memperdalam ilmu, maaf untuk sementara aku belum bisa jenguk Alif.” Fatimah.

๐Ÿ“ฒ “Ya tidak apa-apa, InsyaAllah Alif akan ngerti kok, kapan kamu ke pesantren Kiai Abdullah?” Fahril.

๐Ÿ“ฑ“Sudah hampir dua minggu mas, sudah dulu ya mas, titip salam buat Humaira.
Assalamu'alaikum.” Fatimah mengakhiri pangilan setelah Fahril menjawab salam nya.

๐Ÿ“ฒ “Ya nanti ku sampai kan, Waalaikumsalam.” Fahril.

***
Fatimah masih terjaga walau malam telah larut. 
*Entah apa yang membuat nya tak bisa tidur author pun tak tau๐Ÿ˜*

Fatimah membaringkan tubuh nya di atas tempat tidur nya dan perlahan dia menutup mata nya sampai akhirnya dia pun tertidur.

Waktu subuh menjelang Fatimah telah siap untuk shalat berjamaah di musholah khusus santriwati.

Dalam perjalanan dia bertemu dengan Fatma.

“Assalamu'alaikum ukhti!” Fatma menyapa.

“Waalaikumsalam ukhti.” Fatimah membalas menyapa.

“Shalat ke musholah juga?” Tanya Fatimah.

“Iya.” Jawab Fatma singkat.

Selesai shalat subuh berjamaah, berhubung hari ini hari jumat dan pesantren libur jadi Fatimah dan Fatma pergi ke bukit di belakang pesantren untuk melihat matahari terbit dan menghirup udara yang masih sangat segar.

“Ukhti dulu kita sering ke sini, saat hari Jum'at seperti ini tuk menyaksikan betapa indahnya ciptaan Sang Maha Pencipta.” Fatma tersenyum mengenang hari-hari yang pernah dia lalui bersama Fatimah.

“Iya ukhti, dulu kita sering ke sini, untuk sekedar lari pagi atau pun untuk melihat matahari terbit dan menghirup udara segar di pagi hari.” Fatimah tersenyum sangat manis di depan sahabat nya.

“Oh ya, ukhti gimana persiapan pernikahan mu, apa yang bisa aku bantu?” Fatimah bertanya dengan antusias karna mengingat ini adalah pernikahan sahabat terbaik nya.

“Nanti temanin kami fitting baju ya ukhti,  karna hari ini rencana nya mau ke butik untuk fitting baju pengantin.” Pinta Fatma kepada Fatimah.

"ุญุณู†ุง ุตุฏูŠู‚ูŠ" ( Ok sahabat ku)” Jawab Fatimah

“Kita sudah sampai di atas bukit, masyaAllah indah nya, kita datang tepat waktu ukhti.” Ucap Fatma girang.

Fatimah hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi sahabat nya yang sudah menarik tangan nya untuk duduk menikmati matahari terbit.

“Sungguh indah kuasa mu ya Allah, ku harap hidup ku akan seperti mentari yang bisa menyinari dan memberi kehangatan untuk orang lain tapi tetap dengan cara yang telah kau tentukan.” Fatimah berkata di dalam hati sambil tersenyum tulus dan pandangan lurus ke depan.

“Ukhti tolong doa kan aku, supaya pernikahan ini menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir dalam hidup ku, dan semoga kami berjodoh dunia maupun akhirat. Aamiin.” Pinta Fatma sambil terus memandangi matahari terbit dan sesekali melirik Fatimah.

“Aamiin, semoga apa yang kau ingin kan, kan di ijabah oleh Allah SWT.” Balas Fatimah tulus.

"ุงู…ูŠู† ุงู…ูŠู† ุงู…ูŠู† ูŠุง ุฑุจ" Fatma mengucap Aamiin sambil mengangkat ke dua tangan nya ke atas"

***
“Assalamu'alaikum.” Fatimah.

“Walaikumsalam, ukhti sudah datang, ayo kita langsung saja berangkat.” Ajak Fatma.

Dalam perjalanan Fatimah dan Fatma tak berhenti bicara, mereka berdua duduk di bangku penumpang, sedang kan Abizar duduk di belakang setir mobil dan fokus terhadap jalanan.

“Ukhti nanti sekalian kau juga fitting baju ya, dan aku titip undangan untuk mas Fahri dan istri nya ya.” Pinta Fatma.

Abizar terkejut saat mendengar bahwa Fahril mempunyai istri yang lain, tapi walau penasaran dia tetap diam dan memilih tak bertanya.

“Iya nanti akan ku sampai kan.” Fatimah tersenyum melihat sahabat nya yang sedang bahagia.

“Kau juga ukhti, jangan berlarut-larut dengan kesedihan, ku doa kan supaya Allah mengirim kan jodoh yang terbaik tuk mu.” Fatma tersenyum sambil mengenggam tangan Fatimah.

“Aamiin, aku sudah ikhlas kok atas takdir yang harus ku jalani.” Fatimah tersenyum tulus

“Na gitu dong, ini baru sahabat ku.”  Saut Fatma sambil tersenyum.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Mau tau kelanjutannya? 

Mau tau gimana akhir dari penantian Fatimah?

Pantengin terus ya novel “Jodohku Milik Orang” Suapaya tau kelanjutannya!!...

Thanks all ๐Ÿ™

Semoga sehat selalu ๐Ÿ˜‰

Jumat, 28 Mei 2021

Jodohku Milik Oleh Bab.9 Kabar Bahagia

Di sepertiga malam, Fatimah terbangun dan melakukan shalat malam. 

Setelah menjalankan shalat malam Fatimah berdo'a pada sang pemilik kehidupan. 

“Ya Allah kirim kan lah hamba jodoh yang terbaik tuk hamba, jika jauh makan dekat kan lah, jika dekat maka persatukan lah, ampun kan lah dosa-dosa hamba baik yang besar ataupun yang kecil, baik di sengaja atau tak di sengaja.” 

“Jaga lah iman hamba supaya selalu berserah diri hanya ke pada mu, jadi kan lah hamba seorang ibu, seorang anak dan seorang wanita yang belajar tuk selalu bersabar dalam menjalani kehidupan ini dan jadikan hamba seorang ibu, seorang anak dan seorang wanita yang belajar tuk selalu Istiqomah berada di jalan yang Engkau ridhoi. Aamiin. 

Setelah itu Fatimah membaca Al-Quran sembari menunggu waktu subuh. 

***
“Assalamu'alaikum, bang Ardhan.” Fatimah bingung karena melihat Ardhan sudah rapi beserta tas ransel yang di bawah nya kemarin.

“Waalaikumsalam.” Jawab mereka serempak saat melihat Fatimah. 

Karena saat ini Fatimah datang ke rumah Kiai Abdullah. 

“Bang Ardhan mau pulang?” Tanya Fatimah. 

“Iya abang mau pulang dulu, InsyaAllah dua minggu lagi abang akan datang lagi.” Ucap Ardhan memberi tahu. 

“Mau pulang sekarang bang?
Ayo Fatimah antar sampai gerbang!
Ukhti ayo temenin aku ke depan.” Fatimah mengajak Fatma karna dia tidak ingin timbul fitnah di antara mereka dari para pengajar dan para santri. 

“Na'am ukhti” Jawab Fatma. 

***
“Sudah sampai di sini saja syukran Fatimah dan Fatma sudah mengantarkan abang sampai ke pintu gerbang.” Ucap Ardhan. 

“Afwan bang.” Jawab mereka bersamaan. 

“Fii amanillah (semoga engkau dalam lindungan Allah)” Ucap Fatimah. 

“Ma'assalamah (semoga keselamatan menyertaimu).” Ucap Ardhan sembari tersenyum tulus kepada Fatimah. 

Setelah kepergian Ardhan Fatimah dan Fatma kembali ke dalam pesantren, Fatma mengajak Fatimah ke halaman belakang rumah nya.

“Ayo kita ke halaman belakang rumah ku, aku mau cerita sama kamu.” Fatma menarik tangan Fatimah supaya mengikuti nya. 

“Mau cerita apa ukhti?” Tanya Fatimah. 

“ุชุนุงู„ ู…ู† ูุถู„ูƒ ุฃุฌู„ุณ ุฃุฎุชูŠ ”
“(Ayo silahkan duduk saudari ku).” Ucap Fatma. 

“ ุดูƒุฑุง ุณุฃุฌู„ุณ”
“(terimakasih aku akan duduk).” Jawab Fatimah. 

“Gimana kehidupan yang mau ukhti jalani nanti?” Tanya Fatma pada Fatimah. 

“Aku tak tau, Wallahu a'lam' ('Allah-lah yang Maha Tahu'), tapi yang pasti aku akan mengikuti jalan yang di tunjukan Allah.” Jawab Fatimah. 

“Oh ya ukhti sebentar lagi aku akan menikah, aku sudah di khitbah oleh seorang laki-laki yang insyaallah shaleh.” Ujar Fatma. 

“Alhamdulillah, mabruk 'ukhti (selamat ya saudari ku).” Fatimah memeluk Fatma karna turut merasakan kebahagiaan nya. 

“Syukran ukhti.” Fatma membalas pelukan Fatimah. 

“Smoga slalu di ridhoi Allah, InsyaAllah tidak seperti diri ku, yang berawal dari perjodohan juga dan berakhir dengan perceraian, jangan sampai ukhti mengalami nya, memang bercerai tak di larang, tapi perceraian sangat di benci oleh Allah, walaupun aku mengetahuinya tetap saja tak bisa ku hindari.” Fatimah berkata dengan lirih karna mengingat kejadian yang telah menjadi masa lalu hidup nya. 

“InsyaAllah, sudah ah jangan sedih-sedih lagi ya, InsyaAllah ini jalan terbaik dari Allah, aamiin.” Fatma berusaha menenangkan hati Fatimah yang pernah terluka. 

“Aamiin.” Fatimah. 

“Oh ya kapan pernikahan mu dan siapa lelaki yang telah berani meminta mu dari Kiai.” Goda Fatimah sambil tersenyum. 

Fatma hanya tersenyum malu, walau malu malu, tapi tetap Fatma bercerita pada Fatimah, Fatma membagi kebahagiaan nya bersama Fatimah. Dia berharap Fatimah tidak kan berlarut-larut atas kesedihan nya dan akan sedikit terhibur atas kebahagiaan nya.

“Laki-laki itu ukhti sudah kenal kok, kita sama-sama saling kenal dan berteman cukup baik sewaktu masih jadi santri di sini.” Fatma berkata malu-malu. 

“Aku juga kenal? Siapa, apa jangan-jangan laki-laki yang selalu bersama mas Fahri tempo dulu?!” Fatimah terkejut sekaligus senang, karna dia yakin Fatma akan bahagia bersama sahabat mantan suami nya itu. 

“Iya dia sahabat mas Fahril, yang dulu sangat terkenal akan kelembutannya, tapi tetap akan bersikap tegas dalam hal menjauhi wanita yang terang-terangan menginginkan nya.” Fatma sangat bangga dengan sikap calonnya yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita. 


"ู…ุฑุฉ ุฃุฎุฑู‰ ู…ุจุฑูˆูƒ ูŠุง ุฃุฎูŠ ، ุฃู†ุง ุณุนูŠุฏ ุฃูŠุถุง ، ุฃุฎูŠุฑًุง ุชุฒูˆุฌูƒ ุฑุฌู„"
“(sekali lagi selamat ya ukhti,aku turut bahagia, akhirnya ada lelaki yang mempersunting mu).” Fatimah sangat bahagia mendengar kabar dari sahabatnya itu. 

“ู†ุนู… ، ุฃุจูŠุฏุฒุงุฑ ู…ุญุธูˆุธ ุฌุฏًุง ู„ูƒูˆู†ูŠ ุฒูˆุฌุชู‡”
“(ya, Abizar sangat beruntung mendapat kan aku sebagai istrinya).” Fatma menjawab sambil mengulas senyum bahagia. 

"ู…ุง ู‡ูŠ ุฎุทุท ุฒูุงููƒ ูŠุง ุฃูˆุฎุชูŠ"
“(Kapan rencana pernikahan mu ya ukhti).”

"InsyaAllah ุงู„ุดู‡ุฑ ุงู„ู…ู‚ุจู„"
“(InsyaAllah, bulan depan).” Jawab Fatma malu-malu. 

"ุฃุชู…ู†ู‰ ุฃู† ุชุณูŠุฑ ุงู„ุฃู…ูˆุฑ ุนู„ู‰ ู…ุง ูŠุฑุงู… ุญุชู‰ ูŠูˆู…ู†ุง ู‡ุฐุง"
“(semoga lancar sampai hari h).” Ucap Fatimah sambil mengenggam tangan Fatma dan tersenyum tulus. 

“ ุงู…ูŠู† ” (Aamiin).” Jawab Fatma. 

***
Fatimah kembali sendirian di dalam kamar, dia merenungkan hal menurut nya mustahil, tapi kalau Allah berkehendak maka akan terjadi juga. 

“Apa benar hal yang ku lihat waktu koma akan terjadi, kalau memang terjadi dalam waktu dekat ini bang Ardhan akan pergi ke luar negri, tapi kenapa jalan yang harus aku pilih tidak terlihat, aku cuma bisa melihat jalan untuk orang-orang terdekat ku saja, sudahlah lebih baik aku istirahat dulu memikirkan ini semua membuat ku pusing.” Gumam Fatimah. 

Saat petang menjelang, sinar jingga mulai menghiasi langit, biru langit telah berganti dengan keindahan yang tiada tara yang di hadirkan oleh Sang Pencipta.

Setelah shalat magrib berjamaah di musola khusus santriwati, Fatimah melanjutkan dengan kegiatan membaca Barzanji bersama santriwati.

***
Fatimah merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur, tiba-tiba terdengar suara handphone nya berdering. 

*Nada dering*
Roqqot 'aina ya syawqon
Wa li thoybata tarofat isyqon
Fa ataytu illa habibi
Fahda ya qolbun warifqon
Sholli 'ala Muhammad *

“Siapa yang menelpon ku?” Fatimah bertanya pada diri nya sendiri. 

“Oh ternyata ibu yang menelpon ku.” Lalu Fatimah menggeser icon hijau di layar HP nya. 

๐Ÿ“ฑ“Assalamu'alaikum Bu, ada apa bu?” Fatimah. 

๐Ÿ“ฒ “Waalaikumsalam nak, ibu kangen sama kamu nak, kapan kau pulang ke sini sayang?”  Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Fatimah juga kangen sama Ibu, InsyaAllah lusa Fatimah pulang ke sana Bu.” Fatimah. 

๐Ÿ“ฒ “Kau apa kabar sayang?” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Alhamdulillah baik Bu, Ibu gimana kabarnya dan semua keluarga di sana?”

๐Ÿ“ฒ “Alhamdulillah semua yang ada di sini sehat semua, oh iya jangan lupa jaga diri, jaga kesehatan dan jangan sampai telat makan, Ibu tidak mau kamu jadi sakit dan jangan lupa jika ada masalah berserah diri lah kepada Allah sang pemilik kehidupan.” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Iya Ibu ku tersayang.” Fatimah tersenyum mendengar perhatian Ibu nya masih sama seperti dulu tak pernah berubah sampai saat ini. 

๐Ÿ“ฒ “Sudah dulu ya nak, Ibu hanya ingin tau kabar mu dan mengingatkan mu tuk jaga kesehatan dan jangan pernah lalai dalam hal agama.” Ibu. 

๐Ÿ“ฒ “Assalamu'alaikum, cepatlah istirahat ya sayang.” Ibu. 

๐Ÿ“ฑ“Waalaikumsalam, iya Ibu ku sayang" Fatimah dan Ibu nya mengakhiri sambungan telepon nya. 


Jodohku Milik Orang Bab.8 ikhlas

“Abang kok bisa tau apa yang ingin ku pikirkan?” Pikir Fatimah yang merasa agak heran. 

“Udah jangan  heran  gitu mukanya, aku tau apa yang ingin kamu tanyakan dari expresi wajah kamu, walau sudah berusaha kamu tutupi.” Kata Ardhan. 

Fatimah hanya bisa tersenyum menanggapi jawaban dari Ardhan
Walaupun jawaban Ardhan mengingatkan nya akan sosok Fahril yang pernah mampir di kehidupan nya dan pasti nya kalau dia kembali ke pesantren akan mengingatkan diri nya akan Fahril yang dulu, walau kelihatannya tak mampu melupakan, tapi hati nya telah ihklas dengan keadaan yang ada.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Hari ini Fatimah berangkat ke pesantren, pesantren tempat dia menimba ilmu waktu dulu.
Fatimah di antar oleh keluarga angkat nya sampai ke bandara, berhubung pesantren nya yang dulu berada di luar kota.

“Ma, Pa.. 
Fatimah berangkat dulu ya, jaga kesehatan, Mama jangan sering telat makan nanti sakit, Pa kalau mama susah makan tolong kasih tau Fatimah ya.” Kata Fatimah mewanti wanti orang tua angkat nya bukan tanpa alasan, orang tua angkat nya baru keluar dari rumah sakit karna penyakit mag nya sering kambuh akibat telat makan bahkan tidak makan seharian. 

“Iya sayang, Papa akan jagain Mama, yang penting kamu fokus sama urusan mu saja dulu, Papa maupun keluarga kandung mu akan selalu mendukung mu, selama itu demi kebaikan.” Ucap pak Wijaya. 

“Makasih Pa, Ma.. Fatimah brangkat dulu ya.” Kata Fatimah sembari memeluk Mama Ratih. 

“Iya sayang hati-hati, jaga diri, jaga kesehatan, kalau sudah sampai kabari mama dan Papa.” Ucap Mama Ratih yang masih memeluk Fatimah. 

Ardhan yang sedari tadi hanya diam akhirnya buka suara. 

“Pa, Ma.. Ardhan berangkat dulu ya, gak lama kok paling cuma tiga hari.” Kata Ardhan sambil mencium kedua tangan orang tua nya. 

“Memangnya Abang mau ke mana?” Tanya Fatimah karna dia tidak tau Ardhan juga ingin pergi, tapi tak tau ke mana. 

“Ikut kamu.” Ardhan menjawab dengan santai, tanpa menanggapi rasa terkejut Fatimah. 

“Ngapain Bang?” Tanya Fatimah heran. 

“Mau cari jodoh.” Jawab Ardhan asal. 

“Yang bener Bang?” Tanya Fatimah masih dengan rasa keterkejutan nya. 

“Ya engak lah, kamu pikir orang ke pesantren tuh mau apa coba?” Tanya Ardhan pada Fatimah. 

“Ya kalau Abang yang ke pesantren...
biasa nya mau jadi donatur atau ngak, mau jadi tenaga pengajar?!” Menurut pemikiran Fatimah ya begitu lah. 

“Nah tu tau, tapi untuk yang kedua boleh juga tu untuk di coba.” Goda Ardhan dan tersenyum ke arah Fatimah sambil menaik turunkan alis nya. 

“Ya kalau Abang siap jadi pengajar di sana apa salahnya” Jawab Fatimah sambil tersenyum menanggapi ucapan Ardhan. 

Ardhan hanya tersenyum menanggapi ucapan Fatimah, yang menurut nya bisa jadi salah satu cara untuk lebih mengenal Fatimah. 

“Yuk kita check in, dua puluh menit lagi pesawat nya akan take off.” Ajak Ardhan pada Fatimah. 

“Ya sudah kalian hati-hati.” Ucap pak Wijaya. 

“Assalamu'alaikum Ma, Pa.” Ucap Fatimah dan Ardhan bersamaan. 

“Waalaikumussalam, kalau sudah sampai kabari Mama dan Papa.” Ucap Mama Ratih. 

Ardhan dan Fatimah hanya tersenyum dan mengangguk. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Setelah menempuh dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai ke pesantren yang di tujuh. Kedatangan mereka telah di sambut oleh yang empunya pondok pesantren. Karna Fatimah telah memberikan kabar dari jauh-jauh hari

“Assalamu'alaikum Kiai.” Fatimah. 

“Waalaikumussalam.” Kiai Abdullah(Kiai yang dimaksud oleh Fatimah)

“Silahkan masuk nak, kamu sudah di tunggu sama Nyai dan Fatma di dalam, ini pasti nak Ardhan yang di maksud Fatimah kan?” Tanya Kiai yang melihat Ardhan yang berada di belakang Fatimah. 

“Assalamu'alaikum Kiai, iya saya Ardhan.” Jawab Ardhan memperkenalkan diri sambil salim pada kiai Abdullah. 

“Waalaikumussalam, Ayo nak sekalian kita masuk.” Ajak Kiai Abdullah. 

“Assalamu'alaikum Fatimah, apa kabar kamu?  Udah lama kita ngak ketemu, terakhir ke sini waktu kamu mau nikah sama Fahril kan.” Kata Fatma yang antusias melihat sahabat nya. 

Fatma sangat senang melihat sahabat nya datang, tapi Fatma belum tau kalau Fatimah dan Fahril sudah berpisah, dikarnakan Fatma baru pulang dari Kairo belum lama ini jadi Fatma belum tau semua nya. 

“Iya Fatma, terakhir sama mas Fahril.” Fatimah berucap lirih. 

Tidak bisa di pungkiri bahwa Fahril perna mengisi hari-hari Fatimah walau kehadiran Fahril dari awal tidak pernah mengetarkan hati nya, tapi Fatimah sudah terbiasa dengan  kehadiran Fahril. 

“Kamu kenapa?  Kok keliatan kayak ngak semagat nyebutin Fahril!” Fatma menyadari ada yang aneh pada sahabat nya. 

“ehemm.” Ardhan berdehem. 

“Eh ini siapa Fatimah?  Kamu sama mas ini ke sini? Kok bukan sama Fahril.” Fatma semakin kepo dengan kelakuan sahabat nya itu. 

“Udah nanti dulu tanya-tanya nya lebih baik kita shalat zuhur dulu, habis itu makan siang setelah itu baru kalau ingin bertanya!” Ucap Kiai yang menyadari kebimbangan di hati Fatimah. 

“Iya Abi.” Jawab Fatma. 

“Iya Kiai.” Jawab Fatimah. 

Ucap mereka secara bersamaan. Selesai shalat zuhur mereka melanjutkan dengan makan siang, setelah itu Fatma mengajak Fatimah masuk ke kamar nya, sedangkan Ardhan berkeliling pesantren bersama Kiai Abdullah. 

“Ayo ukhti cerita, apa yang membuat kamu murung dan sedih saat aku nyebut nama Fahril!?” Fatma merasa sedih melihat sahabat nya yang murung. 

Akhirnya Fatimah menceritakan semua kejadian yang di alami nya bersama Fahril, dan tentang dia kecelakaan dan selama dia koma juga di cerita kan. 

“Astagfirullah, maaf aku ngak ada pada masa dimana kamu mengalami keterpurukan!” Kata Fatma sambil memeluk Fatimah yang sudah berurai air mata. 

“Tidak apa-apa ukhti, InsyaAllah aku sudah ihklas, walaupun terasa berat harus tetap ku hadapi.” Fatimah berkata dengan lembut berusaha menahan rasa sedihnya, meskipun begitu air mata tetap mengalir deras. 

*Sekuat-kuatnya wanita pasti kan menangis juga, entah karna sedih atau pun karna bahagia, setiap orang memiliki jalan hidup dan takdir masing-masing, karna skenario Allah lebih indah dan lebih baik untuk kita, walau terkadang kita merasa tak adil, tapi kan indah pada waktunya.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Kini Fatimah sudah berada di kamar yang di peruntukan khusus tuk para pengajar di pesantren.

Fatimah menolak tinggal di rumah Kiai, dengan alasan tidak leluasa mengawasi santriwati dan takut akan timbul fitnah.

“Ini kamar kamu ukhti, kenapa tidak tinggal di rumah ku saja?
Kan enak, aku jadi punya teman satu kamar!” Kata Fatma sambil memayun kan bibir nya. 

“Walau sudah ku jelas kan, kamu masih saja seperti ini, kita kan masih bisa ketemu setiap hari jangan suka berlebihan, tidak baik tuk anak perawan.” Goda Fatimah dan tersenyum kepada sahabat  nya, yang sedikit manja bila bersamanya. 

“Kamu suka gitu, aku kan ngak bisa nolak kamu.” Ucap Fatma sambil tersenyum. 

Akhirnya mereka tertawa bersama, mengingat perdebatan singkat mereka tadi.

*flasback on 

“Ukhti kamu di sini saja ya, satu kamar saja dengan aku.” Bujuk Fatma. 

“Tidak bisa Fatma!! Ukhti ku yang cantik, kalau di sini aku akan susah mengawasi santriwati dan aku juga takut akan ada nya fitnah.“ Jelas Fatimah pada sahabat nya itu.”

“Fitna apa? Kamu kan sama-sama wanita, sama kayak aku!?” Tanya Fatma masih belum mau kalah. 

“Ya yang namanya fitnah itu bisa datang kapan saja tanpa kita sadari dan kadang, kita juga tidak tahu apa yang memicu fitnah itu kenapa bisa datang kepada kita.” Fatimah berusaha menjelaskan lagi pada sahabat nya itu.”

“Ngak bakalan deh, aku jamin ngak ada yang berani.” Ucap Fatma masih dengan pendirian nya. 

“Emang kamu bisa jamin takdir nya Allah? Ngak bisa kan. Aku hanya takut akan ada rasa dibeda-bedakan antara pengajar, jika aku tinggal di sini.” Fatimah menjelaskan pada Fatma, walau Fatma tak sepenuhnya setuju, tapi dia tak bisa melawan lagi. 

“Iya deh kamu memang, selalu menang jika berdebat masalah begini.” Kata Fatma pasrah atas keputusan sahabat nya, yang tak mungkin dia halangi lagi. 

*flesbek off

“Ya sudah ku tinggal dulu, kamu beres-beres aja dulu assalamu'alaikum!” Ucap Fatma dan berlalunya pegi. 

“Iya, makasih ukhti Fatma. wa'alaikumussalam.” Fatimah tersenyum kepada sang sahabat yang mulai melangkah keluar. 

***
Di lain tempat Ardhan dan pak Kiai sudah selesai berkeliling, sekarang sudah berada di rumah pak Kiai. 

“Seperti yang sudah saya katakan tadi Kiai, saya akan  menjadi donatur tetap tuk pesantren ini, mohon di terima niat baik saya.” Ardhan menyerah kan selembar cek, yang lumayan besar nominal nya. 

“Saya terima niat baik nak Ardhan, saya ucap kan terimakasih.” Ucap Kiai sambil menerima cek yang di berikan oleh  Ardhan. 

“Nak Ardhan ingin bermalam di sini atau di asrama santriwan?” Taanya Kiai kepada Ardhan. 

“Lebih baik saya tinggal di asrama santriwan saja Kiai, kalau di sini takut nya akan timbul fitnah.” Jawab Ardhan sopan. 

Kiai Abdullah hanya tersenyum menanggapi perkataan Ardhan.

Kiai Abdullah menyuruh salah satu santriwan mengantar Ardhan ke asrama santriwan lebih tepat nya asrama khusus pengajar laki-laki.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Fatimah baru selesai merapikan barang-barang yang dia bawa. 
Fatimah sendirian di dalam kamar karna  teman sekamarnya sudah tidak mengajar di pesantren lagi, alhasil Fatimah sendirian dikamar yang seharusnya di huni dua orang itu.

“Ya Allah tak terasa sudah mau magrib, lebih baik aku mandi dulu, habis itu baru siap-siap.” Ucap Fatimah berbicara sendiri. 

Setelah mandi Fatimah menunggu waktu shalat dengan membaca Al-Quran
Begitu pun setelah shalat Fatimah membaca Al-Quran lagi. 

***
Fatimah baru selesai makan malam bersama keluarga Kiai Abdullah dan Ardhan, kini Fatimah sudah berada di dalam kamar. 

“Ya Allah jika masih ada jodoh untuk ku di dunia ini, maka tolong jaga dia yang entah berada di mana, tolong jaga iman nya dan tolong jaga hati nya tuk ku sampai saat nya Kau persatu kan kami.” Do'a Fatimah di dalam hati yang saat ini duduk di tepi ranjang sambil mendegar kan sholawat yang menenangkan hati. 

*Nurul Huda Wafana*

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

~*~*~

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Nuurul hudaa waafaana
~Cahaya petunjuk kematian kita

Bihusnihi ahyaanaa
~Diperoleh dari kebaikan kehidupan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Wa billiqoo hayyaanaa
~Marilah dengan adanya pertemuan ini

Sholla ‘alaihi maulaanaa
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

~*~*~

Haadzal malaadzul ‘adzim
~Ini adalah anugerah yang tiada terkira

Haadzaar ro-uufur rohim
~Ini merupakan anugerah kasih

Ataa biqolbin saliim
~Engkau datang dengan sepenuh hati yang bersih

Shollaa ‘alaihi maulaana
~Bersholawat atasnya ‘Nabi’ tuan kita

Haadzal malaadzul ‘adzim
~Ini adalah anugerah yang tiada terkira

Haadzaar ro-uufur rohim
~Ini merupakan anugerah kasih

Ataa biqolbin saliim
~Engkau datang dengan sepenuh hati yang bersih

***

Rabu, 26 Mei 2021

Jodohku Milik Orang Bab.7 Tak Mampu


“Ammi jangan sakit lagi ya, Alif sedih ngeliat Ammi ngak bangun-bangun, waktu Alif bangunin pun Ammi masih ngak bangun hiks hiks, Ammi buat Alif takut hiks hiks, Alif sayang kok sama Ammi walau pun udah ada Ummi hiks hiks, tapi Alif masih kan tetap sayang sama Ammi hiks hiks,  Ammi jangan tidur panjang lagi ya hiks hiks.” Alif berkata sambil terus sesegukan karna menangis. [Alif sekarang udah lancar ya bicara]

Orang-orang yang melihat Fatimah dan Alif pun ikut merasakan kesedihan juga. 

“Alif sayang jangan nangis ya nak, Ammi gak tidur panjang lagi kok, Ammi sayang sama Alif, sayang banget jadi Alif jangan nangis lagi ya.” (Aku harus membujuk Alif, jangan sampai air mata ini tumpah lagi, aku  tak ingin membuat anak ku bersedih). Fatimah berkata di dalam hati sembari membujuk Alif. 

“Iya Ammi, Alif ngak akan nangis lagi.” 
Alif berkata sembari mencium kedua pipi Fatimah. “Alif sayang Ammi.” Alif memeluk Fatimah dengan rasa sayang dan bahagia. 

Fatimah yang merasakan kasih sayang Alif kepadanya, sangat bahagia, terharu, bangga menjadi satu. Fatimah tak pernah menyangka kalau anak nya kini sudah bisa mengungkapkan rasa sayang nya pada diri nya. 

“Ya sayang Ammi juga sayang Alif.” Fatimah membalas pelukan Alif dengan rasa yang tak bisa di lukis kan. 

“Sudah jangan sedih-sedih lagi, nih om bawain mainan mobil-mobilan dan robot-robotan, Alif suka ngak!? Kata Ardhan mencair kan suasana yang sedang harus biru.

“Wah mobil sama robot nya bagus banget om, Alif suka.” Dengan antusias Alif menerima mainan dari Ardhan. 

“Alif bilang apa sayang sama om nya.” Ucap Fahril mengingat kan Alif. 

“Makasih om.” Ucap Alif dangan suara girang. 

“Iya sama-sama, om senang Alif suka sama mainan yang om kasih.” Ucap Ardhan sambil mengusap kepala Alif lembut dengan penuh kasih sayang. 

“Alif main sama om dulu ya nak, Ammi mau bicara sebentar sama Ayah dan Ummi.” Kata Fatimah sambil membelai pipi Alif dengan lembut. 

“Iya Ammi.” Jawab Alif sambil terus tersenyum. 

“Bang tolong ajak Alif main bentar ya.” Ucap Fatimah pada Ardhan. 

Ardhan hanya menjawab dengan anggukkan dan seulas senyuman yang menawan ke arah Fatimah. 

“Ayo Alif main nya sama om dulu.” Ajak Ardhan. 

“Ok om yang baik.” Jawab Alif dengan langsung memegang mainannya. 

***
“Mas, Humaira maaf sebelumnya masih akan merepotkan kalian tuk menjaga Alif, soal nya saya mau pergi ke pesantren tempat saya sekolah dulu.” Kata Fatimah memulai pembicaraan. 

“Kalau boleh tau, kakak kenapa ingin ke sana?” Tanya Humaira penasaran. 

“Saya ingin memperbaiki diri sekaligus ingin menenangkan jiwa saya atas semua masalah yang terjadi akhir akhir ini, maaf kalau kira nya ini merepotkan Humaira.” Fatimah berkata dengan lirih, walau dia terlihat tidak apa-apa tapi hati nya tetap lah rapuh. 

“Ya tidak apa-apa kak, saya tidak keberatan.” Ucap Humaira tulus. 

“Terimakasih Humaira.” Jawab Fatimah sambil tersenyum. 

“Mbak saya juga ingin minta maaf, maaf telah membuat mbak bercerai sama mas Fahri, maaf saya telah menjadi duri dalam hubungan harmonis kalian, maaf atas segala kesalahan ku, maaf maaf maaf.” Humaira berkata dengan berurai air mata, sambil mengenggam tangan Fatimah. 

“Sudah lah, jangan menangis lagi mbak ikhlas kok, asal kalian bisa bahagia mbak ihklas dunia dan akhirat, mbak tidak pernah menyalakan mas Fahril maupun Humaira, ini sudah takdir dalam hidup kita.” Fatimah juga menangis saat mendengar Humaira berkata seperti itu. 

“Sejujurnya aku sudah mengikhlaskan hubungan kalian, sejak pertama mas Fahril bilang pada ku tentang kejadian itu, aku yang telah membuat syarat jadi aku juga harus bertanggung jawab atas kata-kata ku.” Kata Fatimah di dalam hati, sambil tersenyum tulus kepada Fahril dan Humaira. 

“Kamu layak tuk bahagia Fatimah, seperti nya Ardhan laki-laki yang baik.” Ucap Fahril. 

“Aku belum terpikir tuk menikah lagi mas, biar lah Allah yang menentukan takdir ku, aku kan terima apa pun yang di takdirkan Allah tuk diri ku.” Fatimah menjawab sambil tertunduk karna merasa belum siap tuk menikah lagi karna tanpa ia sadari dia merasa trauma terhadap pernikahan. 

“Kapan rencana mbak mau ke pesantren?” Tanya Humairayang berusaha mengalihkan pembicaraan, karna yang dia lihat Fatimah merasa tidak nyaman degan pembicaraan itu. 

“InsyaAllah hari jumat ini, mbak akan berangkat, tapi mbak akan pulang setiap akhir pekan, karna mbak akan meluangkan waktu tuk Alif.” Fatimah tersenyum dengan tulus dan masih mengenggam tangan Humaira. 

“Berarti dua hari lagi ya mbak, keluarga dan keluarga angkat mbak apa sudah tau dengan rencana mbak ini?”  Tanya Humaira. 

“Mereka semua sudah tau dan mereka juga sudah mengizinkan.” Ucap Fatimah. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
“Hati-hati ya mbak.” Humaira

“Iya terimakasih ya mas, Humaira.” Jawab "Fatimah.

“Alif sayang, Ammi pulang dulu ya, Alif jangan nakal, harus nurut apa kata Ummi.”  Fatimah mengusap dan mencium kening Alif sambil berjongkok di depan Alif. 

“Iya Ammi, Alif akan jadi anak yang baik.” Kata Alif dan langsung memeluk Fatimah. 

***

“Fatimah saya boleh nanya ngak?” Tanya Ardhan. 

“Ingin tanya apa bang?” Jawab Fatimah. 

“Kamu ada gak, niat ingin nikah lagi?” Tanya Ardhan. 

“Semuanya sudah saya serahkan pada Allah bang, kalau di tanya ingin menikah lagi, ya memang saya masih ingin, tapi kembali lagi saya cuma bisa berencana tapi Allah yang menentukan.” Jawab Fatimah bijak. 

“Saya tau bang arah dan tujuan pembicaraan mu, tapi aku ragu bang pada diri ku sendiri, aku takut kegagalan ku yang pertama akan menjadi kekurangan ku, dan syarat-syarat yang akan ku berikan takut nya kau tak mampu menjalankan nya.” Pikir Fatimah yang sudah tau arah pembicaraan dari Ardhan. 

“Fatimah kok kamu jadi bengong.” Ardhan melambai-lambai kan tangan nya di depan wajah Fatimah. 

“Em ngak kok bang, maaf bang tuk saat ini saya ingin sendiri dulu, saya tak ingin buru-buru, saya masih belum siap bang.” Fatimah buru-buru ingin menyelesaikan pembicaraan yang menyangkut pernikahan. 

“Oh ya kenapa abang bertanya seperti ini?” Tanya Fatimah pura-pura tidak tau padahal dia sudah tau arah pembicaraan Ardhan. 

“Tidak, cuma nanya aja, oh ya cara bicara kamu jangan terlalu formal, biasa aja gitu biar lebih akrab.” Ardhan berusaha mengalikan pembicaraan, karna dia tau Fatimah tidak nyaman dengan pembicaraan ini. 

“Aku tau kamu berusaha mengelak dari pembicaraan ini, tapi aku kan tetap bertahan dan berusaha tuk mendapat kan diri mu dan tetap dengan cara yang halus, aku yakin Kalau kita jodoh Allah pasti mempersatukan kita degan cara-Nya.” Kata Ardhan di dalam hati. 

“Iya bang akan saya eh a-aku usaha kan.” Ucap Fatimah terbata karna masih merasa canggung. 

“Nah gitu dong.” Ardhan menjawab sembari tersenyum. 

“Mau mampir ke mana nih atau mau langsung pulang?” Ucap Ardhan menawarkan. 

“Kita cari makan dulu saja Bang sehabis itu kita cari masjid tuk shalat zuhur.” Jawab Fatimah sambil tersenyum. 

“Ayo kalau gitu.” Ardhan dengan senang hati menyanggupinya. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Kini mereka sudah berada di sebuah restoran dan tak jauh dari restoran itu ada sebuah mushola. Meraka sengaja mencari tempat makan yang tak jauh dari masjid atau pun mushola, karna waktu dhuhur yang sudah dekat. 

“Mau pesan apa mas dan mbak?” Tanya seorang pelayan setelah mereka duduk di kursi. 

“Saya mau soto sama nasi saja mbak dan minum nya jeruk hangat.” Pinta Fatimah sambil tersenyum sopan. 

“Mas nya pesan apa?” Pelayan kembali bertanya. 

“Sama kan saja mbak makan dan minuman nya.” Jawab Ardhan. 

“Iya mohon tunggu sebentar mbak dan mas.” Ucap pelayanan tadi seusai mencatat pesanan mereka. 

Beberapa menit kemudian. 

“Silahkan mbak, mas selamat menikmati!”

“Terima kasih mbak.”  Ucap Fatimah. 

Mereka makan bersama dan tak ada yang bicara karna itu lah kebiasaan yang mereka terapkan, tidak ada yang boleh bicara saat lagi makan.

Selesai makan mereka pun langsung menuju mushola, guna untuk melaksanakan shalat zuhur. 

“Alhamdulillah, terimakasih atas makanan nya bang!” Fatimah berkata sambil terus tersenyum, yang sangat indah di mata Ardhan. 

“MasyaAllah Fatimah kalau begini terus aku takut akan menggoda iman ku, lebih baik aku mengurangi bertemu langsung dengan diri mu.” Pikir Ardhan yang tak tahan melihat senyuman manis Fatimah. 

“Yuk kalau sudah selesai, kita menuju mushola untuk shalat zuhur.” Ardhan berkata sambil menundukan pandangannya terhadap Fatimah. 

“Iya bang.” Fatimah

“Lebih baik tuk sementara aku harus menghindari bang Ardhan, takut nya kan timbul fitnah, oh ya aku kan akan pergi  dua hari lagi, kesempatan juga supaya bisa jauh dari bang Ardhan.” Pikir Fatimah yang serasa mendapat angin segar. 

“Kita udah sampai, yuk kita masuk!” Ajak Ardhan yang telah lebih dulu melangkah tuk masuk ke dalam mushola. 

“Iya bang, aku ngiring di blakang Abang.” Jawab Fatimah. 

***
“Assalamu'alaikum Ma, Pa kita udah pulang!” Ardhan. 

“Wa'alaikumussalam, kalian udah pulang, gimana nak, kamu udah ngomong sama Fahril dan Humaira?” Tanya Mama Ratih. 

“Sudah Ma, mereka setuju.” Fatimah bicara sembari tersenyum. 

“Jadi kapan kamu brangkat?” Tanya Mama Ratih lagi. 

Ardhan yang sedari tadi hanya mendengar kan sambil menonton TV jadi penasaran, apa yang di bicarakan oleh dua wanita di depan nya ini

“Memang nya kamu mau pergi ke Fatimah?” Tanya Ardhan yang tak ingin di buat penasaran akan pembicaraan yang di dengar nya. 

“Kamu belum kasih tau Abang, mu nak?” Tanya mama Ratih yang baru sadar dengan pertanyaan anak semata wayangnya itu. 

“Belum Ma, soal nya Fatimah kira Abang sudah Mama kasih tahu.” Kata Fatimah sambil tersenyum ramah. 

“Jadi gini Bang, aku itu mau berangkat hari jumat ini, mau ke pesantren tempat aku belajar sewaktu dulu.” Jelas Fatimah kepada Ardhan. 

“Oh, brapa lama ke sana?” Tanya Ardhan. 

“Ngak tau pasti Bang, tapi yang pasti setiap akhir pekan aku pulang, karna aku mau jadi tenaga pengajar di sana, khusus nya mengajarkan keterampilan menjahit dan bantu-bantu ustazah di sana.” Jawab Fatimah. 

“Memang nya pihak pesantren sudah tau dengan rencana kamu  mau ke  sana?” Ardhan bertanya dengan kepoan nya. 

*Maklum ya emang gitu, kalau ngerasa bakal di tinggal wanita secantik dan semanis Fatimah,suka sering kepo berlebihan๐Ÿ˜*

“Iya bang, kemarin lusa aku sudah ngasih tau Kiai di sana dan beliau mengizinkan.” Fatimah menjawab sambil tersenyum, karna dia merasa aneh kepada Abang nya, biasa nya Abang nya ini terkesan pendiam,sekarang malah sebalik nya. 

“Kok Fatimah baru kasih tau aku, padahal, setiap hari ketemu?” Pikir Ardhan yang agak kesal, karna dia baru tahu. 

“Oh ya, kalau Abang tidak salah Fahril dulu juga satu pesantren dengan kamu kan?” Tanya Ardhan yang membuat Fatimah sempat terkejut mendengar pertanyaan dari Ardhan, tapi dia berhasil menutupi nya. 

“Iya bang, kami dulu satu pesantren.” Fatimah pun menjawab alakadarnya. 
(Dari mana abang tau ya) Pikir Fatimah. 

Ardhan yang mengetahui rasa penasaran Fatimah langsung memberikan penjelasan. 

“Abang tau dari Ibu, waktu itu Ibu sempat cerita tentang Fahril.” Ardhan menjawab rasa penasaran Fatimah dengan santai nya. 

“Abang kok bisa tau apa yang ingin ku ketahui apa Abang seorang dukun ya,ya kali Abang seorang dukun?” Fikir Fatimah yang merasa agak heran sekaligus lucu dengan pemikiran nya. 

“Udah jangan  heran  gitu mukanya dan juga jangan mikir yang aneh-aneh deh, Abang tau apa yang ingin kamu tanyakan dari expresi wajah kamu, walau sudah berusaha kamu tutupi.” Ucap Ardhan santai. 

Fatimah hanya bisa tersenyum menanggapi jawaban dari Ardhan
Walaupun jawaban Ardhan mengingatkan nya akan sosok Fahril yang pernah mampir di kehidupan nya dan pasti nya kalau dia kembali ke pesantren akan mengingatkan diri nya akan Fahril yang dulu, walau kelihatannya tak mampu melupakan, tapi hati nya telah ihklas dengan keadaan yang ada.

Selasa, 25 Mei 2021

Jodohku Milik Orang Bab.6 Pertemuan Yang Mengharukan

Satu bulan berlalu, kini Fatimah sudah pulih dan bisa berjalan seperti biasanya.

"Nak sekarang kamu sudah sembuh total, apa rencana kamu sekarang?"  Tanya Pak Wijaya kepada Fatimah.

"Insyallah, aku ingin menemui anak Fatimah Pa, sudah lama tidak bertemu dengan Alif, rasa nya sudah sangat rindu sama Alif." Jawab Fatimah sambil mengulas sebuah senyuman yang tulus dan terlihat sangat manis. 

"MasyaAllah nak, seandainya kamu benar-benar anak ku atau paling tidak kamu jadi anak mantu ku saja, supaya kamu terus terikat dengan keluarga ini." Pikir Mama Ratih yang sangat kagum dan sayang pada Fatimah. 

Walaupun Fatimah bukan anak kandung Ratih, tapi dia menyayangi Fatimah seperti anak kandung nya sendiri. 

“Kalau mau ke sana, lebih baik kamu di antar sama Abang mu saja.” Pinta Mama Ratih dan berharap supaya Fatimah bersedia di antar oleh Ardhan. 

“Tidak usah Ma, biar Fatimah naik taksi aja, Fatimah tidak mau merepotkan Bang Ardhan.” Fatimah menolak dengan nada yang halus, karna dia pikir Ardhan sudah banyak pekerjaan di tambah lagi satu kerepotan yang harus mengantarkan dia, tuk bertemu dengan Alif. 

“Ini kan hari libur dan Abang mu juga tidak akan merasa repot kok, ya kan Ardhan?” Mama Ratih sengaja bicara begitu supaya Fatimah dan Ardhan tidak ada alasan menolak lagi. 

“Iya Ma, tapi Fatimah tidak apa-apa kan kalo Abang yang ngantar?!” Ardhan ingin memastikan kalau Fatimah tidak merasa keberatan. 

“Ya gak lah, Fatimah mana mungkin keberatan, ya kan sayang?!” Mama Ratih mendesak Fatimah secara halus supaya Fatimah tidak bisa menolak lagi. 

“I-iya Ma tidak apa-apa” (Aduh Mama, ada-ada aja, aku kan jadi gugup jawab nya).  Jawab Fatimah sembari menggerutu di dalam hati. 

***

“Pa, Ma kita berangkat dulu ya, Assalamu'alaikum.” Fatimah berpamitan dan mencium punggung tangan kedua orang tua angkat nya. 

“Kita brangkat dulu Ma, Pa!”
Ardhan juga berpamitan sambil mencium punggung tangan ke dua orang tua nya. 

“Ya hati-hati.” Jawab kedua orang tua mereka bersamaan. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

“Fatimah kita belikan Alif mainan atau makanan dulu yuk.” Kata Ardhan memecah keheningan. 

“Boleh juga tu Bang.” Fatimah menjawab sembari melempar sebuah senyuman tulus yang sangat manis di mata Ardhan. 

Deg, deg... 

“Ya Allah hati ku serasa mau meloncat dari dalam  sini.” Pikir Ardhan sambil memegangi dada nya. 

“Kenapa Bang, dada nya sakit?” Dengan polos nya Fatimah bertanya tanpa tau apa penyebab nya, yang dia tau hanya mengapa Ardhan memegang danengusap-usap dada nya. 

“Tidak kok, oh ya kita udah sampai yuk kita cari mainan tuk Alif!” Dengan cepat Ardhan mengalihkan pembicaraan supaya Fatimah tidak curiga akan sikap nya. 

“Alif senang mainan yang gimana?” Tanya Ardhan pada Fatimah. 

“Dia tidak pilih-pilih mainan Bang, apa aja yang kita kasih dia pasti senang.” Jelas Fatimah yang langsung di anggui oleh Ardhan. 

Ardhan memilih mobil-mobilan dan robot-robotan, yang menurutnya Alif pasti suka

“Sudah kan Bang?” Tanya Fatimah saat Ardhan selesai memilih. 

“Udah yuk, kita langsung ke sana.” Kata Ardhan sambil menunjuk meja kasir. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Sesampainya di depan rumah Humaira dan Fahril, Fatimah bertanya pada satpam yang berjaga di depan  rumah. 

“Assalamu'alaikum pak, apa Humaira ada di rumah?” Tanya Fatimah kepada satpam yang berjaga. 

“Waalaikumussalam,
Ada mbak, maaf mbak ini siapa ya?” Jawab Satpam sembari bertanya. 

“Bilang saja Fatimah ingin bertemu.” Jawab Fatimah memberi tahu. 

“Oh tunggu sebetar ya mbak.” Satpam. 

“Iya Pak.” Fatimah. 

Beberapa saat kemudian. 

“Silahkan masuk Mbak dan Mas nya.” Satpam

“Terima kasih Pak.” Fatimah. 

“Assalamu'alaikum, Humaira.” Sapa Fatimah karna Humaira sudah menunggu di depan pintu. 

“Walaikumussalam, ayo masuk Mbak, oh ya mas Ardhan yuk masuk.” Ajak Humaira pada Fatimah dan Ardhan. 

“Iya Humaira.” Jawab mereka bersamaan. 

“Mana Alif, Humairah?” Tanya Fatimah karena tak melihat anak nya. 

“Ada di taman belakang Mbak, lagi sama Ayah nya. ” Jawab Humaira. 

“Mbak ke sini mau ketemu sama Alif, Mbak kangen sama Alif, sejak Mbak sadar, baru kali ini kakak jengukin Alif.
Maafin Mbak ya kalau sudah merepotkan Humaira. ” Fatimah terlihat murung saat mengingat bahwa dia tidak bisa menjaga Alif sepenuh nya. 

“Ngak kok Mbak, Alif ngak ngerepotin, malahan Humaira senang, dengan ada nya Alif, aku tidak lagi merasa kesepian kalau lagi sendiri di rumah.” Humaira berkata dengan penuh keyakinan, bahwa dia sungguh-sungguh menyayangi Alif. 

“AAMMII...”
Alif langsung berteriak saat melihat Ammi nya datang, dia langsung menghamburkan diri dalam pelukan Fatimah. 

“Alif anak Ammi, Ammi rindu sayang, maaf Ammi baru junguk Alif, jangan marah sama Ammi ya sayang.” Fatimah memeluk Alif dengan erat, tapi  tidak menyakiti Alif, dia memeluk Alif sambil terus berkata-kata dan terus menangis, air mata nya terus mengalir tanpa bisa dia hentikan"

Setelah Fatimah mengurai pelukan nya, Alif yang melihat Ammi nya menangis lalu bertanya dengan polos nya. 

“Ammi, Ammi kok nangis, Alif meluk nya telalu kuat ya, maafin Alif ya Ammi.” Alif berkata sambil mengusap air mata Fatimah yang terus mengalir dan tak mau berhenti. 

“Ngak kok sayang, Alif ngak nyakitin Ammi kok, Ammi nangis karena senang bertemu sama Alif, Alif kan anak pintar ngak mungkin la Alif nyakitin Ammi.” Fatimah tersenyum dengan sangat bahagia karna melihat sang anak yang tampak sehat dan bertambah pintar. 

“Ammi jangan sakit lagi ya, Alif sedih ngeliat Ammi ngak bangun-bangun, waktu Alif bangunin pun Ammi masih ngak bangun hiks hiks, Ammi buat Alif takut hiks hiks, Alif sayang kok sama Ammi walau pun udah ada Ummi hiks hiks, tapi Alif masih kan tetap sayang sama Ammi hiks hiks,  Ammi jangan tidur panjang lagi ya hiks hiks.” Alif berkata sambil terus sesegukan karna menangis. 

Orang-orang yang melihat Fatimah dan Alif pun ikut merasakan kesedihan juga. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Gimana masih penasaran dengan jodoh Fatimah selanjutnya? 

Apa yang akan di lakukan Fatimah, saat Ardhan mengungkapkan perasaan nya? 

Nanti kan bab-bab selanjutnya

Senin, 24 Mei 2021

Jodohku Milik Orang Bab.5 Kenangan Masa Lalu


“Eh tidak Bu, tadi suara siapa yang mengaji Bu? Suara itu lah yang menuntun  ku kembali sadar.” Fatimah bertanya, karna rasa penasarannya. 

“Oh tadi itu suara nya nak Ardhan, anak nya pak Wijaya yang pernah kamu selamat kan sekitar, kurang lebih lima bulan lalu.” Jelas Ibu, yang menjawab rasa penasaran Fatimah. 

“Bagaimana, apa yang kamu rasakan sekarang nak?” Tanya pak Wijaya. 

“Allhamdulilah sudah lebih baik Pak.” Fatima menjawab dengan senyum ramah. 

“Alhamdulillah kalau sudah membaik, begini nak Bapak ingin mengutarakan niat Bapak, terhadap nak Fatimah.” Lalu Pak Wijaya mengutarakan niat nya terhadap Fatimah, dengan harapan Fatimah ingin menerima niat baik nya. 

“Saya akan setuju Pak, tuk jadi anak angkat Bapak dan Ibu, tapi jika orang tua saya setuju, dan terimakasih telah menanggung semua biaya pengobatan saya.” Fatimah merasa terharu ternyata masih ada orang baik, yang mau membiayai pengobatannya dan masih ingin menjalin itikad baik terhadap nya. 

“Ibu dan bapak setuju nak, kamu menjadi anak angkat Pak Wijaya.” Ucap Ibu. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Setelah pulang dari rumah sakit, Fatimah tinggal di rumah Pak Wijaya sudah sekitar satu bulan,dengan alasan Pak Wijaya, supaya memudahkan Fatimah menjalani pengobatan dan terapi di rumah sakit.

“Nak hari ini kamu ke rumah sakit di temani Abang ya!”  Kata pak Wijaya memberitahu kan pada Fatimah. 

“Ya nak, Papa dan Mama ada urusan yang tak bisa di tunda lagi, tidak apa kan nak?” Kata mama Ratih menimpali. 

*Panggilan nya berubah ya man teman soal nya kan udah jadi anak angkat Wijaya dan Ratih๐Ÿ˜*

“Iya Ma, Pa tidak apa-apa, tapi apa Bang Ardhan tidak bekerja?”  Tanya Fatimah kepada kedua orang tua angkat nya. 

“Tidak, Abang mu lagi ambil cuti kerja tuk satu minggu ke depan.” Kawabata Mama Ratih. 

“Sebentar ya nak, Papa mau memanggil Abang mu dulu, tadi dia sudah Papa kasih tau tuk menemani kamu ke rumah sakit. ” Pak Wijaya berlalu meninggal kan Fatimah dan Mama Ratih. 

***
“Nak, nanti kamu jadi kan ngantar Fatimah? Oh ya gimana tawaran Papa? Apa kamu sudah membuka hati mu?  Berusaha lah tuk ihklas dan berusahalah tuk bisa berdamai dengan keadaan!” Pak Wijaya menatap sendu terhadap anak nya. 

Pak Wijaya berencana ingin menjodohkan Ardhan dan Fatimah, karna dia merasa cocok dengan masa lalu mereka, yang sama-sama di tinggal orang yang mereka sayangi walau pun  agak berbeda sedikit jalan ceritanya. 

“Iya Pa, nanti Ardhan akan bicarakan ini dulu dengan Fatimah, kalau dia setuju Ardhan akan melamar nya, tapi setelah Fatimah sembuh total baru Ardhan akan mengutarakan niat Ardhan.” Ardhan berusaha menjelaskan dan berusaha menerima keadaan, walau hati nya belum bisa menerima semua nya. 

“Ya sudah, sebaik nya kamu antar Fatimah, dia sudah menunggu di bawah.” Perinta pak Wijaya. 

***
“Fatimah di antar sama Abang tidak apa-apa kan?” Tanya Ardhan dan dia berusaha tenang, padahal hati nya deg degan setiap kali melihat Fatimah. 

“Kenapa dengan hati ku, setiap melihat Fatimah jantung ku berdebar dan hati ku selalu merasa, entah apa maksud semua ini, padahal di hati ku masih tersimpan satu nama.” Kata Ardhan di dalam hati. 

“Iya bang, tidak apa-apa.” Jawab Fatimah sopan dan tak lupa dengan senyum nya yang indah. 

“Kalau begitu, ayo kita berangkat.” Ajak Ardhan, sambil dia mendorong kursi roda Fatimah. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Saat Fatimah melakukan terapi, Ardhan terus memperhatikan nya. Ardhan terus memperhatikan Fatimah dalam diam. Ardhan dan Fatimah tak banyak bicara, sampai lah di rumah mereka masih tak banyak bicara, mereka hanya bicara seperlunya saja.

Saat sampai di rumah Ardhan yang lebih dulu memecah keheningan di antara mereka, saat ini mereka lagi nonton TV di ruang keluarga.

“Fatimah maaf ya sebelum nya, kalau saya boleh tau kamu bisa bercerai sama suami kamu karna apa ya? Tapi kalau kamu tidak mau jawab juga tidak apa-apa maaf saya telah mengganggu privasi kamu!” Tanya Ardhan merasa bersalah karna telah bertanya tentang privasi Fatimah. 

“Tidak apa-apa kok Bang, saya berpisah dengan mas Fahril karna alasan sepele bagi sebagian orang, sebelum menikah saya sudah mengajukan tiga persyaratan  yang harus di penuhi nya, salah satu nya saya tidak ingin di madu, karna saya berharap seperti Siti Fatimah anak dari Rosulullah, yang sampai akhir hayat nya tidak pernah di madu oleh sang suami Ali bin Abu Thalib.”

“Tapi kenyataan yang saya terima berbeda, persyaratan yang telah di setujui berakhir begitu saja tanpa ada yang terpenuhi.” Fatimah menjelaskan sambil menatap lurus ke depan, akan ada rasa iba bagi siapa saja yang melihat nya. 

“Tapi kenapa kamu tidak menyalakan nya, jelas-jelas dia sudah melanggar janji nya terhadap mu? Maaf kalau pertanyaan ku tidak sopan atau lancang.” Ardhan merasa bahwa Fahril telah bersalah karna telah mengingkari janji yang telah di buat. 

“Tidak apa Bang, walau begitu saya tidak pernah menyalakan mas Fahril, dia juga melakukan ini karna ingin menghormati dan menghargai harga diri seorang wanita muslim, oleh karna itu saya ihklas melepaskan nya walau saya harus terluka, di hari terakhir saya bertemu dengan mas Fahril di saat itu lah saya berfikir dan saya harus merasa ihklas, walau saya harus meninggal hari itu, setidak nya saya tidak ada beban lagi karna saya sudah ihklas lahir, batin, dunia dan akhirat.”

“Sampai akhirnya kejadian itu pun terjadi, saya pikir saya sudah meninggal, tapi Allah berkata lain, Allhamdulilah saya masih di beri kesempatan oleh-Nya.” Fatimah berusaha supaya tidak menangis, jika mengingat suami nya bukan lagi suami nya, orang yang selama ini yang di kira jodoh nya ternyata bukan jodoh nya melain kan milik orang lain. 

“Orang yang selama ini ku kira jodohku ternyata bukan jodohku, ibarat kata aku ini sedang menjaga jodoh nya orang. Walau sudah berumah tangga tak berarti orang tersebut adalah jodoh ku, mungkin Humaira adalah jodoh yang tertunda tuk mas Fahril, tapi jodoh ku masih berada di mana aku pun juga tak tau.” Pikir Fatimah. 

“Apa mungkin orang yang kulihat dalam tidur panjang ku waktu itu? Tapi kenapa akhirnya dia juga meninggalkan ku. Dan saat orang yang satu lagi datang belum sempat aku melihat nya tapi aku sudah terbangun oleh lantunan ayat suci Al-Quran yang dibacakan Bang Ardhan?!” Pikir Fatimah di dalam hati lagi. 

“Kenapa Fatimah diam apa tadi aku salah ngomong dan membuat dia bersedih? Tapi aku salut pada mu Fatimah, kau rela melepaskan orang yang kau cinta demi kehormatan seorang wanita, tapi apa maksudnya, karna ingin menghormati dan menghargai harga diri seorang wanita muslim?” Di dalam hati Ardhan bertanya-tanya tapi dia langsung mengajukan pertanyaan lagi ke Fatimah. 

“Tapi Fatimah, apa maksud kamu karna ingin menghormati dan menghargai harga diri seorang wanita muslim? Apa mungkin Fahril melakukan pelecehan terhadap wanita itu?” Tanya Ardhan yang tak bisa menahan rasa ingin tahu nya. 

Fatimah sadar akan lamunannya dan langsung tersenyum mendengar pertanyaan Ardhan yang menurut nya lucu, karna hal seperti itu tidak akan mungkin di lakukan oleh Fahril.

“Tidak seperti itu bang.” Akhirnya Fatimah menceritakan semua nya kepada Ardhan karna Fatimah tak ingin Ardhan berprasangka buruk terhadap orang lain tanpa mengetahui kebenarannya. 

“Oh begitu rupanya, maaf kan saya Fatimah karna sudah su'udzon terhadap Fahril, maaf juga karna saya sudah terlalu dalam bertanya tentang privasi kamu.” Ardhan meminta maaf karna merasa sudah salah berprasangka buruk terhadap mantan suami Fatimah. 

“Tidak apa-apa Bang, dangan saya menjelaskan begini Abang tidak kan berprasangka buruk lagi terhadap mas Fahril.” Jawab Fatimah sambil tersenyum dengan sangat manis sampai-sampai mengetarkan hati Ardhan. 

“MasyaAllah Fatimah senyum mu mengetarkan hati ku, insyaallah kau adalah jodoh ku jika Allah meridhoi.” Batin Ardhan berkata dan dia sambil tersenyum tulus kepada Fatimah. 

“Fatimah jika Allah mengirimkan jodoh lagi kepada mu, akan kah kau Terima atau kau tolak?”  Tanya Ardhan kepada Fatimah. 

“Saya tak kan menolak, jika Allah masih ingin memberikan ku jodoh lagi.” Fatimah menjawab sembari mengulas senyuman tulus nya. 

“Jika boleh berkata jujur, sejujurnya aku tak pernah merasa kan jatuh cinta kepada seorang laki-laki, tak ada laki-laki yang bisa mengetarkan hati ini, sampai saat ini, bahkan mas Fahril sekali pun.” Fatimah berkata di dalam hati dan merasa pilu akan kehidupan yang dia jalani, tapi dia bertekat harus tetap ihklas menghadapi semua yang sudah terjadi. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Di dalam kamar, Ardhan duduk di tepi tempat tidur dan berbica sendiri sambil memandang dan mengelus poto almarhum istri nya.

“Sinta, sayang maaf kan aku jika suatu saat nanti ada yang mendampingi ku, aku tak akan melupakan mu, kau wanita pertama yang mengisi relung hati ku setelah ibu ku, kau wanita yang baik, kau wanita yang sholeha, aku mulai jatuh cinta kepada mu saat setelah mengucapkan ijab kabul, tapi sayang kebahagiaan yang kita ukir tak bertahan lama.”

“Allah jauh lebih menyayangimu, lebih dari diri ku menyayangi mu, kau menyanyangi ku dan memberikan ku syarat sebelum aku meminang mu, syarat mu yang tak ingin di madu dengan alasan bahwa diri mu orang yang pencemburu, yang tak ingin berbagi suami dengan siapa pun.”

“Di saat napas terakhir mu kau berkata bahwa kau mencintai ku dunia dan akhirat, tapi saat itu juga kau menyuruh ku mencari seorang yang bisa mengganti kan posisi mu. Tiga tahun berlalu sejak kepergianmu baru ku merasa, ku talah menemukan pengganti mu sayang.”

“Mohon kau ikhlas kan diri ku sayang, dia sama seperti diri mu, sama-sama tak ingin dimadu, tapi dengan alasan yang berbeda.
Aku merasa debaran yang sama, debaran yang sama seperti debaran cinta ku kepada mu sayang. Kau istri pertama ku dan dia insyaallah kan menjadi istri ke dua ku.”

“Tapi sekali lagi maaf kan aku sayang, jika nanti cinta ku pada nya lebih besar dari pada cintaku ke pada mu, karna ku yakin waktu yang akan ku jalani dengan nya akan berbeda dengan waktu yang ku jalani dengan mu sayang, karna kau meninggal kan ku tepat di saat cinta itu hadir, yang membuat ku takut tuk menambat kan hati ku kepada wanita lain, bahkan dengan Fatimah sekali pun.” 

“Aku takut, aku merasa dia juga kan pergi walau pun pada akhirnya dia masih kan tetap kembali pada ku, entah dari mana pemikiran itu, tapi pemikiran itu hadir begitu saja.” Kata Ardhan sambil terus mengusap bingkai poto almh sangat istri dengan deraian air mata. 

***

Apa Fatimah akan bersatu degan Ardhan atau dengan laki-laki yang masih menjadi misteri? 

Siapa laki-laki yang di maksud Fatimah di dalam lamunannya? 

Apakah Ardhan berhasil mengutarakan perasaan nya terhadap Fatimah? 

Nantikan kelanjutan nya di novel “Jodohku Milik Orang”.

Jodohku Milik Orang Bab. 4 Kembali Sadar

***

Fatimah sudah di pindah kan ke rumah sakit Pak Wijaya, di sana Fatimah mendapat perawatan terbaik, walau pun segala cara sudah di lakukan, tapi masih belum ada perkembangan.

“Assalamu'alaikum, Eh ada Pak Wijaya dan Bu Ratih rupanya.” Sapa ibu saat melihat pasangan suami-istri itu di ruang rawat Fatimah dan mengulas senyum tulus. 

“Walaikumsalam, iya Bu kami inggin melihat keadaan Fatimah, saya merasa ada sesuatu yang baik akan terjadi.” Kata Bu Ratih yang penuh dengan harap, atas kesembuhan Fatimah. 

“Ammiin, semoga Allah mendengar doa kita Bu, sudah dua bulan lebih Fatimah tak sadarkan diri, kadang saya terpikir hal-hal negatif, tapi saya sadar tidak boleh su'udzon pada Allah.” Ibu berkata sambil tertunduk, menahan rasa sakit dan sesak di dada. 

“Kita berdoa yang terbaik saja Bu, smoga Fatimah lekas sembuh.” Bu Ratih mencoba menguat kan hati Ibu. 

Tak lama saat mereka tengah asik mengobrol, ada seorang laki-laki tampan, bertubuh atletis, dan berambut hitam pekat masuk ke dalam ruang perawatan. 

“Assalamu'alaikum.” Sapa laki-laki tersebut. 

“Waalaikumussalam.” Jawab mereka yang ada di ruangan secara bersamaan. 

“Kamu sudah datang nak, gimana perjalanan nya, lancar kan?” Bu Ratih bertanya pada anak nya. 

Ya laki-laki tersebut adalah anak Pak Wijaya dan Ibu Ratih, Ardhan adalah pengusaha muda yang sukses. 

(Tuh sudah author kasih bocoran dikit). 

“Iya Ma, Alhamdulillah  tidak ada kendala apa pun.” Jawab Ardhan sambil tersenyum ramah. 

“Oh ya nak kenal kan, ini Ibu nya Fatimah.” Kata Bu Ratih memberi tahu anak nya. 

“Perkenal kan nama saya Rafardhan Athallah, tapi Ibu bisa panggil saya Ardhan.” Ardhan memperkenalkan diri kepada Ibu nya Fatimah sambil mencium punggung tanggan Ibu nya Fatimah. 

*Rafardhan Athalla arti atau makna nya adalah, laki-laki yang memancarkan sinar cahaya sebagai anugrah tuhan* 

“Oh ini anak Bu Ratih, yang pernah Ibu cerita kan waktu itu. ” Jawab ibu Fatimah. 

“Iya ini anak nya Bu, yang perna saya ceritakan.” ucap ibu Ratih. 

***
Sejak hari itu, Ardhan sering berkunjung bersama Mama nya atau pun Papa nya, saat berkunjung Ardhan sering melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran karna dia yakin dengan cara itu Fatimah akan lebih cepat pulih, dan benar saja saat Ardhan sedang melantunkan Qur'an surah Ar-Rahman, tiba-tiba air mata Fatimah mengalir dan tangan nya bergerak, tanpa sepengetahuan Ardhan, Fatimah telah membuka matanya. 

“Dimana aku? Kenapa aku serasa tertidur lama sekali? Tapi kenapa? Ada apa dengan bayangan ini, bayangan apa ini?
Kenapa serasa aku bisa melihat orang-orang yang belum pernah aku temui dan suara siapa ini, apa ini suara mas Fahril? Bukan ini bukan suara mas Fahril, tapi suara ini sangat menyejukkan hati ku, kenapa mata ku susah tuk di buka, ya Allah kenapa ini, kenapa aku tidak bisa bergerak dan tidak bisa membuka mata ku?” Ratapan hati Fatimah yang hanya bisa mengeluarkan air mata. 

“Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah beri lah hamba-Mu ini kesempatan, tuk memperbaiki diri.” Permintaan Fatimah di dalam hati nya. 

Saat itu juga mata Fatimah terbuka, betapa terkejutnya Ibu Fatimah dan Ibu Ratih, tapi tidak dengan Ardhan karna dia sangat khusyuk membaca  Al-Qur'an nya. 

“MasyaAllah Bu Ratih, Fatimah membuka mata nya. ” Ibu berucap lirih dan air mata sudah mengalir tanpa perintah. 

“Nak, Fatimah sudah sadar. ” Ibu Ratih menyentuh pundak Ardhan. 

Ardhan hanya memperhatikan dalam diam. 

“Alhamdulillah nak, kamu sudah sadar, Ibu akan panggil kan dokter dulu.” Kata Ibu Fatimah penuh suka cita. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
“Kondisi pasien, sudah mulai berangsur membaik, tapi labih pasti nya kita akan melakukan pengecekan menyeluruh, untuk mengetahui perkembangan nya.” Ucap sang dokter. 

Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, Fatimah dinyatakan sudah sadar sepenuhnya, tapi badan nya belum bisa di gerakan secara leluasa. 

“Dok, kenapa badan saya susah di gerakkan, terutama pada kaki saya.” Fatimah berkata dengan wajah yang binggung. 

“Itu wajar terjadi pada pasien yang baru sadar dari koma, tapi dengan melakukan terapi rutin keadaan Anda akan kembali pulih lagi.” Dokter pun menjelaskan dengan telaten. 

“Kalau tidak ada pertanyaan lagi, saya permisi dulu.”  Pamit sang dokter

“Baik dok, terimakasih.” Kali ini pak Wijaya yang menjawab. 

“Apa yang kamu rasa kan nak, bagian mana yang tidak enak?” Ibu bertanya dengan antusias. 

“Tidak ada Bu.” Jawab Fatimah masih dengan suara yang masih terdengar lemah. 

“Berapa lama Fatimah koma, Bu?” Tanya Fatimah ke pada ibu nya. 

“Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga bulan nak, kenapa memang nya nak?” Jawab Ibu sembari bertanya lagi. 

“Tapi serasa sudah bertahun-tahun dan aneh nya lagi kenapa aku serasa kembali ke masa lalu dan kenapa juga orang itu tadi menunjukkan masa depan ku, seakan-akan itu memang benar terjadi, tapi saat aku mau melihat lagi tiba-tiba aku di tarik oleh bacaan Al-Quran yang sangat syahdu di pendengaran ku.” Batin Fatimah. 

“Nak, sayang kenapa kamu jadi bengong.” Ibu nampak heran melihat Fatimah yang sedang melamun. 

“Eh tidak Bu, tadi suara siapa yang mengaji Bu? Suara itu lah yang menuntun  ku kembali sadar.” Fatimah bertanya, karna rasa penasarannya. 

“Oh tadi itu suara nya nak Ardhan, anak nya pak Wijaya yang pernah kamu selamat kan sekitar kurang lebih lima bulan lalu.” Jelas Ibu, yang menjawab rasa penasaran Fatimah. 

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Ayo penasaran ya sama Ardhan dan Fatimah? Ikutin terus ya biar pada tau gimana lanjutannya. 

Apakah Fatimah akan berjodoh dengan Ardhan atau malah sebaliknya?? 

Apakah Fatimah bisa kembali bahagia?