Sabtu, 26 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab.21 Pengenalan Tokoh

*Fatimah adalah seorang janda cantik dan wanita shalehah yang mempunyai prinsip tak ingin di madu dalam rumah tangga. Dia tidak menentang poligami, tapi dia tak ingin di poligami. 

*Rafardhan Atahalla lelaki yang mengagumi Fatima, seorang pengusaha sukses dan taat dalam agama nya. Juga seorang duda yang di tinggal istri nya tuk slamanya sesaat setelah ijab qobul dilakukan. 

*Fatimah dan Fatma dua sahabat yang seiya dan sekata, mereka sudah bersahabat sejak berada di pondok pesantren. 

*Fatma adalah istri yang shalehah sekaligus sahabat Fatimah yang selalu ceria dan selalu mengerti keadaan orang terdekat nya. Dia akan cuek kepada orang yang baru ia kenal, tapi kalau sudah kenal dan paham dia akan menjelma menjadi orang yang sangat penyayang dan teman yang baik. 

*Abizar adalah lelaki yang insya Allah sukses dunia wal akhirat, selalu menghormati wanita terutama ibu dan istrinya. Selalu berusaha menjadi lelaki yang selalu ada untuk wanita nya. 

*Fahril adalah lelaki yang shaleh dan pengertian. Sangat menyayangi keluarga, mencintai Fatimah tapi berusaha mengikhlaskan karna sudah ada wanita lain yang harus dia jaga perasaannya. 

*Alif Zidan Ali, pria kecil yang mengemaskan, penurut, pintar dan sangat menyayangi kedua orang tua nya dan ibu sambung nya. 

***


Kini Fatimah mulai menjalani rutinitasnya yang baru. Kembali menjadi mahasiswi dan mulai berkutat dengan kesibukan seorang mahasiswi.

Saat Fatima berada di depan kampus tiba-tiba ada yang memanggilnya.

“Fatimah!! Kamu Fatimah kan?!”

“Iya saya Fatimah, maaf kamu siapa ya?”

“Masak lupa sama aku, ini aku Lisna?! ”

“Lisna mana ya, aku lupa?”

Memang benar Fatimah tidak mengingat ataupun mengenali Lisna karna penampila Lisna yang dia kenal tidak seperti Lisna yang ada di hadapan nya sekarang. Lisna yang ada di hadapan nya sekarang berpakaian yang terlalu seksi tidak seperti Lisna yang Fatimah kenal dulu.

“Ya ampun Fatimah, aku Lisna yang sering kamu panggil bibi Kunti waktu masih di pesantren dulu!!” Jelas Lisna yang sedikit kesal pada Fatimah yang tidak mengenali nya lagi padahal dulu mereka cukup akrab. 

Sesaat Fatimah terperangah sebelum dia kembali menguasai dirinya dari keterkejutan nya. 

“Astagfirullah!!  kamu Lisna si bibi Kunti, tapi kemana jilbab mu kenapa penampilan mu sekarang seperti ini, tidak malu ya aurat di umbar kayak gini.” Fatimah kaget sekaligus merasa tak percaya dengan apa yang di lihat nya sekarang

“Iya aku Lisna yang itu, udah ah nanyanya nanti aku ceritain, sekarang kamu mau kemana?”

Fatimah hanya menarik nafas panjang dan menghembuskan nya secara perlahan menanggapi teman nya yang satu ini, memang dari dulu teman nya yang satu ini sering melakukan hal yang menurut nya benar tanpa memikirkan apa akibat yang akan di terima nya. Oleh karna itu juga Fatimah memanggil nya bibi kunti karna sering duduk di atas pohon sewaktu dulu.

“Aku mau ngampus di sini, mau melanjutkan kuliah ku yang sempat tertunda dulu.”

“Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak langsung saja di teruskan waktu dulu? ” Jiwa kepo Lisna meronta, karna rasa ingin tau dan rasa penasaran nya yang besar.

Fatimah tersenyum, ternyata teman nya ini masih tidak berubah jiwa kepo nya masih terus merajalela.

“Waktu itu aku harus mengurus suami dan anak ku... ” Belum selesai Fatimah menjelaskan, tapi sudah di potong oleh Lisna.

“Memangnya suami dan anak mu kemana sekarang sehingga kau bisa melanjutkan kuliah mu lagi?!” Tanya Lisna yang masih terus merasa penasaran sehingga membuat nya tak sabar ingin segera mengetahui sebab Fatimah memilih tuk kuliah lagi.

“Mangkanya dengarkan dulu baru bertanya, ini orang belum selesai menjelaskan sudah main potong aja.” Jawab Fatimah yang memasang wajah cemberut, dia sengaja berpura-pura merajuk  tuk menjahili teman kepo nya yang sudah di tingkat dewa ini.

“Ya jangan ngambek dong, nanti aku mati penasaran dengan cerita mu, kalau aku mati penasaran nanti kamu orang pertama yang aku hantui hehehe.” Jawab Lisna asal sambil cengegesan.

“Ya Allah jiwa kopo dan jail mu masih terus membara ya, tidak perna surut dan mengalir terus kayak sungai Nil.”

*Sedikit informasi tentang sungai Nil*
~Sungai Nil (bahasa Arab: النيل, translit. an-nīl‎ atau bahasa Mesir/Koptok iteru ), di Afrika, adalah satu dari dua sungai terpanjang di Bumi. Sungai Nil mengalir sepanjang 6.650 km atau 4.132 mil dan membelah tak kurang dari sembilan negara yaitu: Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, Sudan Selatan dan tentu saja Mesir. Karena sungai Nil mempunyai sama artinya dalam sejarah bangsa Mesir (terutama Mesir kuno) maka sungai Nil identik dengan Mesir.

*Sungai Nil di Mesir*

Sungai Nil mempunyai peranan sangat penting dalam peradaban, kehidupan dan sejarah bangsa Mesir sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu sumbangan dari sungai Nil adalah kemampuannya dalam menghasilkan tanah subur sebagai hasil sedimentasi di sepanjang daerah aliran sungai nya. Tanah yang subur ini memungkinkan penduduk Mesir mengembangkan pertanian dan peradaban sejak ribuan tahun yang lalu.~ Sumber Wikipedia.**

“Ya kali, aku di samain sama sungai.”

“Mangkanya dengerin dulu kalo aku udah selesai cerita baru bertanya, kalau kamu motong kayak tadi aku tidak ingin cerita lagi.”

“Siap ibu bos, ayo cepat cerita udah tidak sabar nih.”

Lalu Fatimah menceritakan semua kejadian secara garis besar nya saja, tanpa menceritakan penyebab perceraiannya dan kecelakaan yang menimpa nya.

“Oh jadi kamu nikah sama Fahril yang sok akrab pada semua orang itu ya, dan sekarang kamu udah cerai sama dia?!” Lisana manggut-manggut mendengar cerita Fatimah. “Terus sekarang anak kamu juga sama dia dan istri baru nya, memangnya kamu percaya kalau anak kamu di urus oleh istri dari mantan suami mu?”

“Iya aku percaya sama dia, karna dia telah mengurus anak ku selama aku koma dengan sangat baik, bahkan anak ku tidak terlalu sedih berkat kehadiran nya di samping anak ku.”

“What!!!  Kamu perna mengalami koma memangnya kamu perna mengalami kecelakaan” Pekik Lisna karna terkejut dengan penuturan Fatimah.

“Aduh salah ngomong deh, balik lagi kan jiwa kepo nya” Fatimah membatin sambil menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal, karna sudah kelepasan bicara.

“Kenapa diam, ayo jawab pertanyaan ku, kamu tau kan aku orang nya kayak gimana kalau belum dapat jawaban!!”

Fatimah tahu betul bagaimana sifat teman nya itu, yang akan terus mengikutinya kalau belum dapat jawaban yang memuaska dari nya.

“Iya aku perna mengalami koma pasca kecelakaan yang aku alami, karna mengalami benturan di kepala ku yang sangat keras, aku koma selama tiga bulan dan selama itu pula anak ku di urus oleh Humaira. Aku tau perlakuan nya yang baik terhadap anak ku, karna aku mengenal bagaimana kepribadian nya dari pertemuan kami yang pertama kali dan kesan yang ku dapat saat bertemu secara langsung dengan nya.”

“Jadi kau telah mengenal nya sebelum dia menikah dengan suami mu?”

“Tidak, aku mengenal nya setelah kami bercerai, saat aku menitipkan Anak ku itu adalah pertemuan kami yang ke dua.”

“Oh ku kira, kalian sudah saling kenal sebelum nya, kalo seperti itu dia menikung, tapi kalian kenal setelah perceraian mu berarti dia bukan penikung.”

“Dia memang bukan penikung, tapi jodoh mas Fahril yang tertunda.” Pikir Fatimah dalam hati.

“Oh ya kamu sudah mendaftarkan diri di kampus ini kan? ”

“Iya” Jawab Fatimah sambil mengangguk.

“Berarti kita satu kampus dong dan kita bakal sama-sama ya kan?! ”

“Iya, asal jangan bawah pengaruh buruk aja buat aku.”

🌹🌹🌹

Gimana ya kelanjutan nya? 

Fatimah kan sudah kuliah lagi, apa mungkin dia akan menemukan tambatan hati yang lain atau malah akan setia menunggu Ardhan? 

Yuk pantengin terus cerita nya di novel “Jodohku Milik Orang”

Jodohku Milik Orang Bab. 20 Flashback

“Jadi kapan Novia menemui mbak, trus kapan mas Sultan melamar mbak dan kapan mbak bicara sama Kiai Abdullah?” Rentetan pertanyaan yang diucapkan dalam satu tarikan napas.

Sebelum menjawab pertanyaan Amel, Fatimah hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah Amel yang bertanya begitu banyak, tapi hanya dua lakukan dalam satu kali tarikan napas.

“Kamu itu ya, kalau bertanya satu-satu, terus apa tidak susah bicara dalam satu kali tarikan napas begitu.”

Amel hanya cengegesan mendengar ucapan Fatimah.

“Novia menemui mbak tiga hari setelah mas Sultan mengungkapkan keinginannya ke pada mbak, terus mas Sultan melamar mbak satu minggu yang lalu tapi mbak tolak dan baru kemaren sore mbak bicara sama Kiai Abdullah.
Semua pertanyaan mu sudah mbak jawab kan” Fatimah berbicara sembari memberikan senyuman tulus nya pada Amel  “Terus kamu khawatir gitu sama mbak, takut nanti mbak jadi bulan-bulanan santriwati yang mendukung Novia gitu kan?! ”

Amel hanya manggut-manggut mendengar pertanyaan Fatimah.

Fatimah tersenyum melihat gelagat adik tingkat sekaligus murid nya itu yang terkadang terlalu berlebihan menanggapi suatu masalah.

“Kamu tidak perlu sekhawatir itu, selama kita yakin sama Allah mudah-mudahan tak akan ada kejadian yang merugikan tuk kita.”

“Iya mbak, Amel tahu tapi tetap saja Amel takut terjadi hal-hal yang tak di ingin kan, tapi kenapa mbak nolak mas Sultan terus mbak bicara apa sama Kiai Abdullah?! ” Rentetan pertanyaan yang tiada habis nya yang di pertanyakan Amel.

Fatimah menghela napas panjang karna mendengar pertanyaan Amel yang sudah diduga nya akan di tanyakan oleh Amel.

Fatimah tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Amel.

“Mbak nolak mas Sultan karna mbak sudah tau bahwa ada orang yang lebih pantas untuk nya dan mbak tidak ingin membuat orang itu merasakan apa yang pernah mbak rasakan” Fatimah menatap lurus ke depan dengan posisi duduk di sebelah Amel “Dan mbak juga bilang sama Kiai Abdullah supaya menjodohkan Novia dan mas Sultan. Karna mbak sudah berjanji pada Novia akan membicarakan ini pada Kiai.”

Fatimah mengingat pembicaraan nya dengan Novia yang cukup alot dan berakhir pada janji nya pada Novia yang akan membicarakan masalah menjodohkan nya dengan Sultan kepada Kiai Abdullah.

“Tapi mbak tidak kecewa? Mbak, memang Amel sedikit tidak setuju jika mbak sama mas Sultan lantaran Amel khawatir sama mbak, tapi apa mbak perna berpikir untuk kebahagiaan mbak sendiri jangan selalu memikirkan kebahagiaan orang lain mbak!”

“Mbak tidak kecewa, karna sebelum mbak nolak mas Sultan, mbak sudah shalat istikharah memohon petunjuk dari Allah, mbak yakin atas petunjuk dari-Nya dan bukan mbak tidak ingin bahagia, tapi kebahagiaan yang kamu maksud belum saatnya datang kepada mbak, suatu hari nanti kebahagiaan itu pasti akan muncul” Fatimah tersenyum dan menoleh kepada Amel yang berada di samping nya, meyakinkan pada Amel bahwa dia baik-baik saja.

“Iya mbak, Amel ngerti. Yang perlu mbak ingat adalah mbak masih punya Amel dan yang lain, yang menyayangi mbak di sini” Amel bicara sambil memeluk Fatimah sembari menyalurkan semagat nya melalui pelukan yang di berikan nya.

Fatimah membalas pelukan yang di berikan Amel, sembari tersenyum senang karna dia merasa masih banyak orang yang peduli akan diri nya.

*Flashback off*

***

Hari ini Fatimah kembali berpamitan kepada Kiai Abdullah beserta keluarga. Fatimah diantar Fatma dan Abizar ke bandara, tak lupa ocehan Fatma yang khawatir pada sahabat nya itu. Seolah Fatimah ini anak kecil yang ingin pergi bermain yang selalu diwanti-wanti mak nya sebelum pergi.

“Ukhti ingat ya nanti, kalau sudah sampai langsung kabari ana, jangan lupa shalat, ingat dengan larangan dari agama kita, berpegang teguh pada Qur'an dan hadits, jangan lupa makan, jangan sering keluyuran malam, dan.... ” Belum selesai Fatma bicara tapi sudah di potong oleh Abizar.

“Sayang kok nasihati nya kayak mak-mak yang bawel pada anak nya?!” Ledek Abizar pada sangat istri sambil tersenyum jahil.

“Ih mas, aku kan khwatir sama ukhti.”

“Iya ukhti, aku ngerti kok dengan kekhawatiran mu, trimakasih sudah perhatian, trimakasih sudah peduli, trimaksih sudah menjadi sahabat terbaik ku, dan terimakasih untuk segalanya.” Fatimah memeluk Fatma dan berusaha agar tidak menangis karena merasa terharu atas perhatian sahabat nya itu “ Dan aku juga janji tak akan keluyuran di malam hari kecuali saat ada urusan saja, kau tau kan ukhti seperti apa aku ini.” Fatimah merenggang kan pelukan nya dan menatap Fatma sembari tersenyum hangat kepada sahabat nya itu, berusaha menyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja.

“Iya aku yakin dan percaya pada mu ukhti, jaga diri dan langsung kabari kami kalau butuh bantuan, kami akan dengan senang hati membantu mu, iya kan sayang?!” Fatma menoleh ke pada Abizar meminta persetujuan sang suami.

Abizar tersenyum melihat sang istri yang meminta persetujuan nya.

“Iya Fatimah, kabari kami jika kau membutuhkan bantuan jangan sungkan, kami akan berusaha membantu mu semampu kami.”

“Iya mas, trimakasih kalian semua sudah peduli pada ku.”

“Ai ukhti kayak sama siapa saja, ngomong nya begitu, sudah sana masuk sebentar lagi pesawat nya take off, mau ketinggalan pesawat” Goda Fatma, yang dari tadi sangatlah khawatir dan sekarang berubah menjadi mengoda dengan ucapan nya.

“Hem iya ukhti, barusan tadi khawatir berlebihan dan sekarang malah ingin mengoda ku” Jawab Fatimah sembari tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya itu  “Ya sudah aku brangkat dulu ya ukhti, mas Abizar aku brangkat dulu, tolong jagain sahabat ku, semoga kalian segera mendapat kabar bahagia dan aku bisa cepat dapat keponakan.”

“Tenang saja Fatimah, doa kan saja supaya Allah bisa segera percaya kepada kami dan kami juga akan terus berusaha sembari terus berdoa kepada sang pemilik kehidupan.”

Fatimah tersenyum dan mengiyakan ucapan Abizar, sedangkan Fatma tersipu malu atas ucapan sang suami.

***


Kini Fatimah sudah berada di dalam pesawat, dia memandang awan dari jendela pesawat dan memfoto nya dan menulis sesuatu di foto.

Fatimah pun hanya terdiam sambil terus menatap ke awan yang perlahan bewarna jingga karna waktu yang sudah menunjukan waktu magrib. Fatimah pun melakukan tayamum dan menunaikan shalat magrib nya dengan khusyuk.

*Kenapa sudah magrib? Karna Fatimah sengaja mengambil penerbangan sore supaya bisa bicara sedikit lebih lama dengan sahabat nya.*

***


Kini Fatimah sudah berada di indekos yang sudah di pesan nya melalui online. Indekos yang di pesan Fatimah adalah indekos khusus wanita.

Indekos yang di pilih Fatimah di lengkapi kamar mandi, dapur yang langsung menyatu dengan ruang tamu dan satu buah kamar, kecil memang tapi bisa membuat Fatimah nyaman. Fatimah bisa saja tinggal di apartemen yang pernah di janjikan oleh orang tua angkatnya, tapi Fatimah merasa tidak enak jika terus bergantung pada mereka.

***


Kalimat bahwa "jodoh tak akan kemana" rupanya memang benar. Jodoh menjadi cerminan diri dan tidak akan jauh dari siapa kita saat ini.


الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ


Artinya:


“Ruh-ruh itu diibaratkan seperti tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal ini juga dikuatkan dengan salah satu ayat dalam Alquran, yakni surat An Nur ayat 26.

اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.


Artinya:

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik”. (QS. An Nur:26)


Hadits tentang Jodoh, Sebuah Takdir yang Telah Digariskan Allah SWT. 

Hadits Jodoh di Tangan Allah SWT

Sebagai bagian dari takdir Allah SWT, jodoh menjadi sebuah ketetapan yang telah ditulis bahkan 50.000 tahun sebelum manusia dilahirkan di bumi.


كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Artinya:

"Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)


Jodohku Milik Orang Bab. 19 Penolakan Fatimah

Kalau cinta hanya sebatas “DUNIA” 
Kau tak akan pernah merasakan “KETULUSAN HATI” yang sebenarnya
Hanya “HATI” yang dipenuhi oleh “CINTA”
Yang dapat menjangkau “LANGIT TERTINGGI”
(Jalaludin Rumi)

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Tuhan sudah menentukan diri kita untuk siapa???
Tuhan juga sudah menentukan jalannya seperti apa???
Yang perlu kita lakukan hanya “IKHLAS”
Menerima & mengikuti tanpa mencari yang salah. 
Dan yang terpenting rapikan hati agar tidak berantakan lagi😄

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Tidak terasa sudah enam bulan Fatimah berada di pesantren dan beberapa hari lagi Fatimah akan pergi dari sana guna untuk melanjutkan studinya yang belum sempat ia selesaikan.

“Assalamu'alaikum Kiai” Fatimah.

“Wa'alaikumussalam Fatimah, mari masuk nak!” Kiai Abdullah mempersilakan Fatimah untuk masuk ke kediamannya.

“Iya Kiai.”

“Ada apa nak?”

“Saya mau pamitan Kiai, insyaallah besok saya akan brangkat, untuk melanjutkan studi saya yang belum sempat saya selesaikan di Jakarta.”

“Jadi besok kamu jadi berangkat nak?” Tanya Kiai Abdullah yang sudah mengetahui rencana Fatimah namun dia tidak tau kalau besok Fatimah akan berangkat. “Apa kamu sudah berpamitan dengan Fatma dan yang lain nya?”

“Kalau dengan yang lain nya saya sudah berpamitan, tapi dengan Fatma dan mas Sultan belum Kiai, rencana nya hari ini saya akan berpamitan.” Fatimah menjelaskan dengan lugas dan tersenyum ramah kepada Kiai Abdullah.

“Ya sebaik nya kamu berpamitan kepada mereka!” Perintah Kiai Abdullah kepada Fatimah.

“Iya Kiai.”

“Eh ada nak Fatimah, sudah lama nak?” Tanya Ummi yang baru datang dari dalam rumah.

“Iya ummi, Fatimah belum lama datang nya.”

“Oh ya Fatimah ummi boleh bertanya tidak?”

“Silahkan ummi, Fatimah akan menjawabnya jika Fatimah mampu tuk menjawab.” Fatimah menjawab dengan serius, tapi tetap dengan senyuman manis nya.

“Kamu kenapa nolak Sultan? Maaf kalau ummi lancang, tapi menurut ummi Sultan itu cocok untuk kamu.”

Fatimah terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan ummi. 

“Maaf ummi, tapi Fatimah menolak mas Sultan karna Fatimah belum siap untuk memulai berumah tangga kembali, jujur saya masih sedikit trauma atas apa yang pernah menimpa saya.” Jelas Fatimah mantap sambil memandang ummi dengan tatapan senduh.

“Jangan lama-lama menjanda nak, tidak baik untuk kamu jangan sampai menimbulkan fitnah.” Ummi memberi wejangan kepada Fatimah, karna menurut nya sudah ada calon yang baik kenapa tidak disegerakan untuk menjalin niat yang baik dan menghindari fitnah, karna fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.

**Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَا قْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَ خْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ وَا لْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقٰتِلُوْهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ حَتّٰى يُقٰتِلُوْكُمْ فِيْهِ ۚ فَاِ نْ قٰتَلُوْكُمْ فَا قْتُلُوْهُمْ ۗ كَذٰلِكَ جَزَآءُ الْكٰفِرِيْنَ

waqtuluuhum haisu saqiftumuuhum wa akhrijuuhum min haisu akhrojuukum wal-fitnatu asyaddu minal-qotl, wa laa tuqootiluuhum 'ingdal-masjidil-haroomi hattaa yuqootiluukum fiih, fa ing qootaluukum faqtuluuhum, kazaalika jazaaa-ul-kaafiriin

"Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 191)

*Karna fitnah itu termasuk perbuatan musyrik yang dosa nya lebih besar dari pembunuhan.**

“Iya ummi, Fatimah paham dengan ke kawatiran yang ummi rasakan, tapi saya tidak ingin menjadi duri di dalam daging yang bisa menghancurkan segalanya. Dengan cara saya menerima pinangan mas Sultan.” Fatimah tertunduk lesu karna teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu, lebih tepatnya satu bulan yang lalu.

“Memang nya apa yang kamu kawatir kan Fatimah, apa karna masalah sebulan yang lalu?” Ummi menatap sendu kepada Fatimah. “Walaupun dengan adanya kejadian itu kalau sudah jodoh apa pun tak kan bisa menghalangi, yakinlah kepada Allah nak, mohon petunjuk kepada-Nya insyaallah, Allah akan membantu.” Ummi merasa prihatin kepada Fatimah, karna dari dulu dia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya, walau kadang keputusan nya membuat seseorang kecewa, tapi dia yakin semua itu akan membuat orang bahagia atas keputusan nya, dan terbukti sampai saat ini keputusan yang dia ambil selalu baik tuk orang yang bersangkutan.

Fatimah hanya menunduk, sebelum dia menjawab pertanyaan dari ummi yang serasa berat bagi nya tuk sekedar menjawab, padahal dia sudah tau jelas jawaban dari pertanyaan ummi, dia berusaha supaya tidak menyakiti perasaan ummi.

Fatimah menarik napas panjang lalu membuangnya perlahan sebelum menjawab pertanyaan ummi.

“Fatimah sudah berserah diri dan memohon petunjuk ke pada Allah, dan Fatimah juga sudah melakukan shalat istikharah ummi. Allah mengirim kan pentunjuk Nya melalui mimpi saat Fatimah selesai melaksanakan shalat istikharah ummi, Fatimah yakin atas petunjuk itu karna menurut Fatimah itu lah yang terbaik tuk kami semua.” Fatimah berucap lembut berusaha menyakinkan ummi tanpa menyakiti perasaan ummi, dia juga selalu tersenyum manis di setiap tutur kata nya.

“Baik lah kalau itu adalah keputusan kamu, saya dan ummi akan tarima apalagi kamu sudah melakukan shalat istikharah memohon petunjuk pada-Nya.” Kali ini Kiai Abdullah angkat bicara setelah cukup lama menjadi pendengar setia, antara ummi dan Fatimah.

Fatimah menoleh dan mengucapkan terimakasih sambil tersenyum ramah kepada Kiai Abdullah dan Ummi.

“Terima kasih Kiai dan ummi yang telah mengerti akan keadaan saya.

🌹🌹🌹

Fatimah lalu kembali ke kamar asrama nya, setelah berpamitan kepada semua orang tanpa terkecuali, karna besok pagi dia sudah harus berangkat ke kota Jakarta guna melanjutkan studi nya yang sempat tertunda.

Fatimah termenung di dalam kamar, dia mulai teringat kembali akan kejadian sebulan yang lalu dan memutuskan tidak menerima pinangan Sultan.

*Flashback on*

“Assalamu'alaikum mbak.”

“Walaikumsalam Amel, sini masuk.” Ajak Fatimah kepada Amel.

“Iya mbak.”

“Ada apa Amel, tumben mau nemuin mbak di sini? Pasti ada yang sangat penting ya sehingga kamu kesini, biasa nya kan gitu.” Fatimah tersenyum karena mengingat jika Amel ke sini pasti ada hal yang penting saja, karna itu lah kebiasaan Amel, walau kadang datang hanya tuk bermain, tapi ya keseringan saat penting saja.

“Mbak tau aja kalau ada yang penting, ini menyangkut mas Sultan yang mau melamar mbak, tapi saya sarankan mbak tidak usah menerima nya.”

“Memang nya kenapa Amel, apa ada alasan lain sehingga kamu menyuruh mbak menolak, tidak mungkin kamu bicara seperti itu tanpa ada alasan yang benar.” Jawab Fatimah sembari tersenyum dalam menanggapi omongan Amel.

“Gini ya mbak sebenarnya ada orang yang dari dulu sampai saat ini yang mengharapkan bisa menikah sama mas Sultan, tapi dia tak berani dan hanya menyelipkan nama mas Sultan di dalam setiap do'a nya, aku takut dia akan berbuat hal-hal yang bodoh karna mendengar kabar bahwa mas Sultan mau mempersunting mbak Fatimah.” Jelas Amel panjang lebar denga mimik wajah serius.

“Oh jadi itu yang kamu kwatir kan” Fatimah pun tersenyum menanggapi perkataan Amel “Kamu tenang saja, teman mu itu tak kan berbuat hal-hal bodoh, karna mbak sudah menolak mas Sultan dan mbak juga sudah bertemu dengan teman mu yang kau maksud tadi.”

“Jadi mbak sudah tau siapa orang yang menyukai mas Sultan?!” Tanya Amel antusias. 

Fatimah mengangguk dan tersenyum kepada Amel, yang dianggap nya sangat lucu saat sedang berbicara serius dan langsung di sambut dengan ekspresi kaget nya yang agak berlebihan menurut orang yang melihat nya. 

“Yang benar mbak, mbak tidak bohong kan?!” Masih dengan ekspresi keterkejutan nya. 

“Iya mbak serius, bahkan mbak juga sudah memberi tahu Kiai Abdullah tentang hal ini dan menyarankan pada Kiai supaya menjodohkan mas Sultan dan Novia, karna yang mbak lihat Novia itu orang nya pantas untuk berdampingan dengan mas Sultan.”

“Jadi kapan Novia menemui mbak, trus kapan mas Sultan melamar mbak dan kapan mbak bicara sama Kita Abdullah?” Rentetan pertanyaan yang diucapkan dalam satu tarikan napas. 

Sebelum menjawab pertanyaan Amel, Fatimah hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah Amel yang bertanya begitu banyak, tapi hanya dia lakukan dalam satu kali tarikan napas. 

“Kamu itu ya, kalau bertanya satu-satu, trus apa tidak susah bicara dalam satu kali tarikan napas begitu?”

Amel hanya cengegesan mendengar ucapan Fatimah. 

***

Apa ya kira-kira jawaban Fatimah? 

Terus ikuti kelanjutan cerita nya ya di “Jodohku Milik Orang”

Jumat, 18 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab. 18 Kegalauan Fatma

“Iya bang, abang juga hati-hati di negri orang, jangan lupakan shalat, jaga juga iman mu bang.” Tutur Fatimah dengan senyuman yang mengembang indah di wajah nya, siapa pun yang melihat nya akan terpesona. 
“Insyaallah abang akan ingat pesan kamu, semoga kamu berhasil dengan cita-cita yang kamu impikan dan semoga kamu sukses dunia wal akhirat, aamiin.” Ucap Ardhan tulus. 

“Aamiin, semoga abang juga sukses dunia wal akhirat.”

“Aamiin”


***


Kini tinggal la Fatimah di pesantren Kiai Abdullah, sedangkan Ardhan telah kembali pulang dan bahkan telah terbang ke luar negri untuk mengurus perusahaan  nya yang ada di sana.

Hari-hari di lalui Fatimah bersama para santriwati. Saat siang dia mengajar kan keterampilan menjahit, membuat pola, membuat beraneka macam keahlian di bidang nya yang lain. Dan saat malam tiba Fatimah akan mengajar kan Barzanji dan cara membaca Al-Quran yang benar.

Begitu lah rutinitas yang di jalani Fatimah ketika di pesantren, terkadang dia juga akan pergi ke pasar bersama para santriwati untuk membeli kebutuhan di pesantren. Seperti saat ini dia sedang berbelanja bersama dua orang santriwati.

“Mbak kita ke pasar hari ini mau beli apa aja mbak?” Tanya salah satu santri yang ikut bersama nya

“Kita mau membeli kebutuhan dapur untuk para santriwan dan santriwati.”

“Lumayan banyak juga ya mbak belanja kita hari ini, pantasan mbak ngajak santriwan.”

Fatimah hanya tersenyum menanggapi ucapan salah satu santriwati yang ikut bersamanya. 

Setelah berbelanja Fatimah bertemu salah satu pengajar di pesantren. 

“Assalamu'alaikum ukhti!”

“Waalaikumsalam ya akhi.”

“Butuh bantuan tidak?”

“Kalau ingin bantu silahkan akhi.”

“Iya mas kalau mau bantu, ya bantu aja tidak usah basa basi.” Jawab salah satu santriwati yang bersama Fatimah

“Eh kenapa bicara begitu, tidak boleh bicara seperti itu apa lagi kamu perempuan yang seharusnya bersikap lebih sopan dan bertutur lembut , ayo Amel minta maaf sama mas Sultan!” Perintah Fatimah kepada salah satu santriwati yang ikut bersama nya. 

“Hehehe maaf ya mas Sultan, Amel cuma bercanda kok.” Ucap Amel yang malu-malu dan menyesal terhadap perbuatan nya sendiri. 

*Gini ya man teman, kalo lagi ngajar di pesantren para santri akan menanggil ustdz atau ustadzah, tapi jika itu di luar jam pelajaran para santri akan memanggil mbak atau mas, karna kebanyakan tenaga pengajar yang mengajar adalah alumni pesantren Kiai Abdullah.

“Tidak apa-apa Fatimah, Amel memang begitu suka bercanda.” Sultan mencoba menjelaskan kepada Fatimah supaya dia tidak marah. “Dan untuk Amel saya sudah memaafkan jangan di ulangi lagi kalau ingin bercanda coba lihat situasi dulu oke!” Sultan juga berusaha mengingatkan Amel supaya tidak salah langkah dalam hal berbicara. 

“Iya mas, oh ya mas ada keperluan apa ke sini?” Tanya Amal kepada Sultan. 

“Hanya kebetulan lewat saja dan tak sengaja melihat kalian disini.”

“Oh...”

“Mari saya bantu.” Tawar Sultan kepada Fatimah dan yang lain nya. 

***


Saat ini Fatimah sudah berada di pesantren Kiai Abdullah.
Fatimah kembali ke asrama khusus guru setelah membantu di dapur pesantren.

“Akhir nya selesai juga, lebih baik menelpon Alif.” Fatimah bergumam tanpa ada yang mendengar nya. 

*Telpon tersambung

📲 “Assalamu'alaikum mbak”

📱“Waalaikumsalam Humairah, bagaimana kabar mu dan keluarga di sana?”

📲“Alhamdulillah  kami semua sehat mbak, keadaan mbak di sana bagaimana?”

📱“Alhamdulillah keadaan mbak juga sehat.”

📲“Syukur lah kalau begitu mbak.”

📱“Em...
Humairah, Alif ada di sana atau tidak, kenapa tidak kedengaran suara nya ya?”

📲“Oh Alif lagi keluar sama mas Fahril, baru saja keluar nya mbak.”

📱“Ya sudah kalau begitu, mbak titip salam aja buat Alif, kamu juga jangan terlalu capek, harus cukup istirahat ya!”

📲“Iya mbak nanti aku sampaikan salam dari mbak untuk Alif, makasih atas perhatian nya mbak”

📱“Iya sama-sama Humaira, mbak tutup dulu telpon nya assalamu'alaikum.”

📲“Waalaikumussalam mbak.”

*Telpon terputus

Di sisi lain di waktu yang bersamaan di rumah Abizar dan Fatma.
Mereka sudah pindah kerumah mereka sendiri yang tak jauh dari pesantren

“Sayang, mas boleh nanya tidak?” Abizar bertanya sambil duduk di sisi istri nya. 

“Mau nanya apa mas?” Fatma balik bertanya sambil menoleh kepada Abizar

“Fahril sama Fatimah kok bisa bercerai, padahal yang aku tau si Fahril kan sangat cinta sama Fatimah” Tanya Fahril yang penasaran sekaligus binggung kenapa bisa terjadi hal yang seperti itu. Memang perceraian adalah hal yang diperbolehkan dalam agama Islam,  tapi perceraian adalah perbuatan halal yang sangat di benci oleh Allah. 

“Awal nya mas Fahril menikahi wanita lain selagi dia bersama Fatimah.”

“Kok bisa, tapi rasa nya tidak mungkin Fahril melakukan itu tanpa alasan yang kuat, sedangkan dia tau dan tentu nya masih ingat dengan perjanjian nya bersama Fatimah?!” Abizar masih merasa binggung dengan kejadian antara Fatimah dan sahabat nya itu. 

Akhirnya Fatma menceritakan semua, dari awal kejadian sampai perpisahan sahabatnya itu, bahkan waktu Fatimah koma karna kecelakaan.

“Jadi Fatimah pernah kecelakaan Yang?”

“Iya waktu itu aku masih berada di luar negri, aku tau cerita itu pun sewaktu Fatimah kembali ke pesantren saat aku juga baru pulang dari Kairo.” Fatma bercerita dengan tatapan sendu mengingat musibah yang menimpa sahabat nya dan dia tidak ada di sana saat Fatimah membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat nya. 

“Sudah jangan sedih gitu dong, semua kejadian itu pasti ada hikmah nya, kita do'a kan saja yang terbaik tuk Fatimah, semoga dia segera mendapat kan kebahagiaan yang layak untuk diri nya.” Abizar mencoba menenangkan Fatma dengan menarik Fatma kedalam pelukan nya

“Hm...
Mas jangan sampai kejadian itu trjadi kepada kita ya mas, walau aku tak akan minta cerai kepada mu seandainya kau menikah lagi, tapi aku masih tidak kan sanggup seandainya aku kau madu.” Fatma terisak di dalam pelukan Abizar. O

“Hei kenapa kamu bicara seperti itu, insyaallah aku tak akan begitu” Abizar menarik tubuh Fatma dari dekapan nya dan menangkup pipi Fatma dengan kedua tangan nya dan mengusap air mata Fatma dengan jempol tangan nya

Fatma hanya menganggukkan tanda mengerti dengan ucapan Abizar. 

“Insyaallah aku berjanji tidak akan seperti itu dan tak kan sembarangan menyentuh wanita selain diri mu” Abizar berusaha meyakinkan Fatma bahwa dia akan lebih berhati-hati terhadap dengan yang namanya wanita

“Iya aku percaya sama kamu mas, ana uhibbuka ya zawji (aku mencintaimu suami ku)” Fatma kembali memeluk Abizar. 

“ana aydaan uhibbuka ya zawjati (aku juga mencintaimu istri ku.” Abizar membalas pelukan Fatma. 

***


Tiada kata yang indah untuk mengungkapkan rasa sayang dan cinta selain dengan kejujuran dan keiklasan. Rumah tangga memang harus ada rasa cinta selain itu kejujuran, kesetiaan, saling percaya dan rasa ikhlas juga harus ada. Jadi lah setegar karang walau di terjang ombak dan badai masih tetap berdiri tegak, jadilah tegar di hadapan orang walau hati terluka. Walau tak mampu seperti karang di tengah lautan, tapi harus tetap tunjukkan bahwa diri mu mampu, berserah diri pada Tuhan jangan  berserah diri pada orang yang belum tentu bisa mengerti kamu.

***

Terus staytune ya manteman semua, karna perjalan cinta Fatimah masih terus berlanjut. 


Jodohku Milik Orang Bab. 17 Melanjutkan Hidup

“Ya ukhti ku ternyata bisa malu juga, tidak apa-apa ukhti, kan mas Abizar sudah sah menjadi suami kamu, tapi kalau belum sah aku adalah salah satu orang yang memarahi kamu.” Goda Fatimah sambil memelotot kan mata nya. 

Mereka saling berpelukan, dan tanpa di suruh air mata Fatimah dan Fatma mengalir di pipi mulus mereka. 

“Ternyata kamu orang yang periang Fatimah, aku baru sadar dengan sifat mu yang seperti ini dan aku juga senang melihatmu begitu bahagia hari ini, walau ku tau kau menyimpan luka mu bersama dengan senyum mu.” Gumam Ardhan di dalam hati dan terus memperhatikan Fatimah dalam diam nya. 

Setelah berpelukan dan tangis-tangisan, Fatimah turun dari atas panggung, saat turun dia berpapasan dengan Fahril dan Humairah. 

“Assalamu'alaikum mbak, apa kabar?” tanya Humairah sembari memeluk Fatimah yang langsung di balas oleh Fatimah. 

“Waalaikumsalam, alhamdulillah keadaan ku baik, kamu apa kabar Humairah?” Tanya Fatimah sembari merenggang kan pelukan nya pada Humairah. 

“Alhamdulillah kabar ku juga baik mbak.” Jawab Humairah yang kini saling berhadapan dengan Fatimah. 

“Oh ya sudah berapa bulan kandungan kamu, janin nya sehat kan?” Fatimah bertanya sambil tersenyum dengan sangat manis kepada Humairah. 

“Sudah 16 minggu mbak, alhamdulillah janin nya sehat mbak.” Humairah merasa senang melihat Fatimah yang sudah mulai menerima nya dan Humairah juga senang karna tak pernah sekalipun Fatimah menyinggung perasaannya, malahan Fatimah sangat menjaga perasaan nya walaupun dia tahu Fatimah memendam kesedihan nya di dalam hati dan pikiran. 

“Jaga kesehatan, asupan gizi di jaga, jangan kecapean, tidur juga harus teratur dan jangan lupa kontrol kandungan mu setiap bulan atau saat ada keluhan, jangan... ” Belum selesai Fatimah mewanti-wanti, Humairah sudah memotong ucapanya

“Mbak, mbak ternyata orang nya sangat pehatian ya, makasih mbak atas perhatian nya, Humairah pasti akan ingat dengan ucapan mbak.” Humairah kembali memeluk Fatimah dengan rasa sayang dan merasa sangat beruntung bisa mengenal Fatimah. “Terimakasih mbak, mbak telah hadir dalam hidup ku, telah mengisi nya dengan kasih sayang seorang saudara yang telah lama kurindukan sejak kematian kakak ku yang terdahulu, terimakasih mbak walau dengan sengaja ataupun tanpa sengaja ku telah menyakiti hati mu, tapi kau tetap memperhatikan dan menerima ku dengan sangat baik.” Humairah berkata lirih dan menahan tangis supaya air matanya tidak jatuh. 

Fatimah melerai pelukan nya “Jangan bicara begitu, mbak tidak mau lagi mendengar kamu bicara seperti itu, jangan mikir macam-macam tidak baik untuk mu dan dia yang ada di dalam sini.” Fatimah berkata sambil mengusap lembut perut Humairah. 

“Iya mbak maaf kan aku.”

“Tidak perlu selalu minta maaf, karna mbak sudah menganggap kamu sebagai adik mbak sendiri.” Fatimah berkata dengan tulus. 

*Jarak umur Fatimah dan Humairah berjarak dua tahun ya man teman, jadi wajar kalau Fatimah menganggap Humairah sebagai adik nya.

Humairah menatap lekat-lekat mata Fatimah, berusaha mencari kebohongan di dalam nya, tapi tak ia temukan yang dia rasa dan lihat hanya ketulusan dari seorang Fatimah.

Dari tadi Fahril hanya memperhatikan kedua wanita yang ada di hadapan nya itu, yang satu pernah sangat ia cintai dan yang satu nya mulai ia cintai. 

“Kau tak pernah berubah Fatimah, masih seperti dulu, mudah memaafkan seseorang walaupun kau harus terluka dengan pemberian maaf mu itu, kau selalu berusaha terlihat tegar, padahal dalam hati mu kau begitu rapuh, kudo'a kan supaya kau cepat dipertemukan dengan orang yang bisa membahagiakanmu kelak.” Gumam Fahril dalam hati dan terus memperhatikan ke dua wanita yang berdiri di hadapannya sambil mengendong Alif yang terlihat sudah mulai mengantuk. 

“Oh ya mbak, Alif pulang dengan kami saja ya, kan mbak juga masih repot di sini.” Pinta Humairah penuh harap, berharap Fatimah akan mengizinkan karna dia sangat menyayangi Alif seperti anak nya sendiri. 

“Baik lah, kalian bisa mengajak Alif pulang kalau kalian tidak keberatan.” Tutur Fatimah saat melihat
Humairah yang sangat berharap bisa mengajak Alif pulang bersama dengan nya. 

“Tentu saja kami tidak keberatan mbak, malahan kami sangat senang.” Senyum mereka indah di wajahnya karna telah di izinkan mengajak Alif pulang. 

“Nak pulang sama ayah dan ummi dulu ya, soalnya ammi masih ada pekerjaan di sini, Alif tidak boleh nakal harus nurut apa kata ayah dan ummi ya, Alif kan anak baik, anak yang soleh jadi harus nurut ya sayang.” Fatimah berjongkok untuk menyamakan tinggi nya dengan Alif yang sudah turun dari gendongan ayah nya.

“Iya ammi, tapi ammi ati-ati ya, anti angan lupa tepon Alif.”

“Iya sayang, nanti ammi pasti telpon Alif kok.” Fatimah berkata sembari mencium kedua pipi Alif dengan rasa sayang. 

“Mas, aku titip Alif ya” Fatimah berdiri dari hadapan Alif dan menujukan pandangan nya ke arah Fahril dan Humairah. “Humairah jangan sungkan untuk menasehati Alif kalau-kalau dia berbuat hal yang tidak sesuai dan tak sewajarnya untuk anak kecil seusia nya.” Fatimah berkata sambil terus tersenyum tulus di hadapan mereka. 

Ardhan yang sedari tadi memperhatikan dari jauh pun akhirnya mendekati mereka tanpa mereka sadari bahwa Ardhan sudah berada di samping Fatimah. 

“Assalamu'alaikum, wah seperti nya seru sekali nih, sampai-sampai saya yang berdiri di sini di anggurin.” Ucap Ardhan yang berpura-pura merajuk. 

“Waalaikumsalam” Jawab mereka bersamaan. 

“Maaf bang, Fatimah tak menyadari kedatangan abang, karna lagi ngobrol bersama Humairah.” Tutur Fatimah yang sedikit merasa bersalah kepada Ardhan. 

“Tidak apa-apa Fatimah, abang cuma bercanda kok, jangan merasa tidak enak gitu dong.”

“Em iya bang.” Saut Fatimah sambil tertunduk. 

***
Sudah dua hari berlalu dari pernikahan Fatma dan Abizar, Fahril dan yang lain nya pun sudah pulang semua kecuali Fatimah dan Ardhan karna mereka masih bantu-bantu di pesantren Kiai Abdullah. 

“Hari ini abang akan pulang, kalo Fatimah bagaimana, apa mau pulang bersama abang?!” Tanya Ardhan yang melihat Fatimah yang duduk di sebrang nya

Mereka sekarang berada di rumah Kiai Abdullah, karna baru selesai bantu beres-beres. 

“Tidak bang, soal nya selama enam bulan ke depan Fatimah akan barada di sini, setelah itu Fatimah berencana melanjutkan kuliah Fatimah yang masih tertunda.” Jawab Fatimah panjang lebar

“Oh...” Ardhan mengantung ucapanya sebelum dia melanjutkan nya “Oh ya Fatimah, Insyaallah besok lusa abang akan pergi ke luar negeri soal brapa lama abang tidak tau pasti, kamu di sini hati-hati ya, jaga diri, jaga kesehatan dan jaga iman.” Ardhan berkata mantap saat mengingat kan Fatimah akan segala hal dan sebenarnya dia ingin mengucapkan untuk jaga hati tapi tak bisa di ucapannya, kata-kata itu seperti nyangkut di tenggorokan nya susah untuk di ucap kan. 

“Iya bang, abang juga hati-hati di negri orang, jangan lupakan shalat, jaga juga iman mu bang.” Tutur Fatimah dengan senyuman yang mengembang indah di wajah nya, siapa pun yang melihat nya akan terpesona

“Insyaallah abang akan ingat pesan kamu, semoga kamu berhasil dengan cita-cita yang kamu impikan dan semoga kamu sukses dunia wal akhirat, aamiin.” Ucap Ardhan tulus. 

“Aamiin, semoga abang juga sukses dunia wal akhirat.”

“Aamiin”

***

Jodohku Milik Orang Bab. 16 Pernikahan Fatma Dan Abizar

Siang berganti malam, langit pun menunjukkan keindahan malam nya.

“Maaf kan aku ya Allah yang terkadang tak menyadari betapa besar kuasa-Mu, yang terkadang masih lalai dalam menjalankan kewajiban ku, maaf kan aku yang hanya manusia biasa ini yang tak pernah luput dari dosa. Malam semakin larut, begitu pun dengan diri ku yang semakin larut dalam kemelut hati yang tiada bisa ku akhiri, aku hanya bisa berbicara menenangkan bagi orang lain, tapi tak mampu menenangkan hati ku sendiri. Kadang ku bertanya di mana akhir jalan hidup ku, dimana harus ku berhenti walau hanya sejenak, di mana aku harus bersandar dari karam nya hati ini dan di mana hati ku kan berlabu.”

Fatimah masih bergelut dengan pemikirannya yang tak tentu arah yang selalu bisa membuat nya tanpa sadar meragukan kuasa-Nya.

“Ya Allah berilah kekuatan untuk diri ku, supaya kehidupan yang berat ini bisa terasa ringan untuk di jalani.” Fatimah berkata sambil mengusap wajah nya dengan kedua tangan nya. 

***


Hari pernikahan Fatma dan Abizar telah tiba, sekarang Fatimah sedang bersama Fatma di dalam kamar pengantin, acara pernikahan di adakan di pesantren Kiai Abdullah.

“Ukhti kau terlihat sangat cantik, aku berdoa kepada Sang Pemilik Cinta agar mencurah kan rahmat-Nya supaya rumah tangga mu menjadi sakinah, mawaddah, warohmah aamiin” Ucap Fatimah tulus sambil memandang pantulan bayangan nya bersama Fatma di dalam cermin. 

“Aamiin, semoga kau juga bisa secepatnya menemukan kebahagiaan mu ukhti” Ucap Fatma sambil terus memandang bayangan mereka di dalam cermin sambil tersenyum lembut kepada Fatimah. 

Fatimah hanya tersenyum menanggapi ucapan sahabat nya itu.

“Aku sangat ingin menemukan nya suatu saat nanti sahabat ku, tapi tak tau kapan aku hanya bisa berdoa dan memohon yang terbaik dari Allah (Fatimah tersenyum sambil berfikir bagaimana nasib nya kelak). 

Tok
Tok
Tok
Suara pintu di ketok

Serempak mereka menoleh ke asal suara, yang sudah berdiri sorang wanita paruh baya dengan setelan kebaya yang menyerupai gamis, ya dia adalah ummi nya Fatma. 

“Nak ayo temui suami mu, Abizar sudah selesai mengucapkan ijab, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri.” Ummi memeluk Fatma sambil mengusap punggung anak nya “Ummi bahagia sayang, kami sudah lepas tangung jawab terhadap mu sayang, sekarang kamu adalah tanggung jawab suami mu, jaga perasaan suami mu, hargai dia, jaga kehormatan suami mu sayang, ibu harap rumah tangga kalian akan menjadi Sakina, mawaddah, warohmah. Aamiin.” Ummi berkata dengan linangan air mata bahagia yang jatuh di pipi nya. 

“Insyaallah ummi, Fatma akan menjalankan semua nasehat dari ummi, karna ridho ummi adalah ridho dari Allah juga.” Fatma merenggang kan pelukan nya dan mengusap air mata di pipi ummi nya. 

Fatimah hanya tersenyum menyaksikan keharuan antara ibu dan anak ini. Karna dia juga pernah merasakan saat-saat seperti ini walau sekarang

“Ayo ummi, nanti suami nya lama menunngu istri nya yang sudah sangat terlihat cantik ini” Goda Fatimah terhadap ibu dan anak itu”

“Eh iya ya, ummi tadi ke sini mau jemput Fatma, ini lagi malah tangis-tangisan jadi lupa kan” Kekeh ummi sambil melempar senyum kepada Fatimah

***

Cincin pun telah di semat kan di jari manis Fatma, walau pun sempat ada drama kecil, Fatma merasa malu saat Abizar akan memegang tangan nya saat akan memasukan cincin ke jari manis Fatma. 

Acara pun berlanjut, saat ijab qobul wanita dan laki-laki di pisah, tapi saat ini adalah acara pemberian selamat untuk kedua mempelai dari pihak keluarga dan sahabat terdekat, satu persatu keluarga dan sahabat di panggil untuk mengucapkan selamat kepada ke dua mempelai, tiba saat nya MC memanggil Fahri karna dia sahabat dari Abizar, Fatima yang melihat hanya tersenyum getir karna Fahril naik ke atas panggung bersama Humaira dan Alif. 

“Selamat untuk sohib ku, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Dulu kau juga mengucapkan dan mendoakan ku seperti itu, tapi tak terjadi di pernikahan ku yang pertama, dan ku harap doa mu akan terjadi di pernikahan ku yang ini, aamiin.” Ucap nya sambil mengulas senyuman manis. 

“Ya Allah, Fahril kenapa kamu jadi curhat” Teriak salah satu teman nya yang ada di bawah panggung. 

“Eh iya ya maaf sob, kebawa perasaan, intinya tiada kata-kata lain, saya cuma berharap kalian kan tetap bersama sampai ke jannah nya Allah.”

“Ammiin” Teriak semua orang yang hadir

Mungkin bagi sebagian orang kata-kata Fahril tak berarti apa-apa, tapi bagi Fatimah kata-kata tersebut bagai sembilu yang menyayat hati. 

Tiba giliran Fatimah yang di panggil ke atas panggung, Fahril hanya menatap nya dengan tatapan sendu, karna sadar ataupun tanpa sadar ucapannya tadi pasti telah menyakiti hati Fatimah, dia menyesali ucapan nya tadi karna ucapan itu telah lolos dari mulut nya. 

“Maaf kan aku Fatimah karna tanpa sengaja aku telah menyakiti hati mu lagi.” Gumam nya yang hanya dia seorang yang mendengar nya. 

“Assalamu'alaikum, berdirinya saya di sini tidak untuk mengucapkan selamat, karna waktu di kamar rias saya sudah mengucapakan nya, bahkan jauh sebelum mereka akan menikah, karna kemana-mana mereka pergi saya yang menjadi pengawal nya.” Senyum merekah indah di wajah nya, sejenak dia melupakan kesedihan nya karna ini adalah hari bahagia sahabat nya. “Sudah sering saya memberi dan mengucapkan kata-kata selamat, sekarang giliran saya yang meminta pada mereka berdua.” Sambil mengedipkan sebelah mata nya kepada Fatma yang sedang merangkul tangan nya.

“Oh sekarang mulai hitung-hitungan sama aku ya ukhti.” Sambil memelototkan mata nya pada Fatimah. 

“Eh eh jangan melotot dulu wahai ukhti, yang aku minta kamu pasti suka.”

“Jadi apa yang kamu pinta ukhti?”

“Tidak banyak kok, aku cuma minta keponakan yang lucu-lucu, cantik dan ganteng, gimana apa kamu tidak mau ngasih aku keponakan?!” Fatimah berucap dengan wajah yang di buat-buat kayak orang lagi sedih. 

Semua orang yang hadir cuma senyum-senyum mendengar ucapan Fatimah, tak terkecuali Ardhan. 

“Ya Allah ukhti kukira kamu tadi mau minta apa, kalau itu sih aku juga mau, kamu boleh minta apa aja asal jangan minta suami ku aja.” Fatma berkata sambil memeluk tangan Abizar, dan yang menerima pelukan itu kaget sekaligus senang tak ketulungan. 

“Cie cie, tadi aja tidak mau di pegang tangan, lah sekarang malah meluk-meluk, tidak malu lagi buk.” Goda Fatimah yang berhasil membuat Fatma tersipu malu. 

“Apa sih ukhti, aku kan jadi malu.” Fatma langsung melepaskan tangan nya dari lengan Abizar. 

“Ya ukhti ku ternyata bisa malu juga, tidak apa-apa ukhti, kan mas Abizar sudah sah menjadi suami kamu, tapi kalau belum sah aku adalah salah satu orang yang memarahi kamu.” Goda Fatimah sambil memelotot kan mata nya. 

Mereka saling berpelukan, dan tanpa di suruh air mata Fatimah dan Fatma mengalir di pipi mulus mereka. 

“Ternyata kamu orang yang periang Fatimah, aku baru sadar dengan sifat mu yang seperti ini dan aku juga senang melihatmu begitu bahagia hari ini, walau ku tau kau menyimpan luka mu bersama dengan senyum mu.” Gumam Ardhan di dalam hati dan terus memperhatikan Fatimah dalam diam nya. 

Kamis, 17 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab. 15 Jalan-Jalan

***
“Ayo sayang kita jalan-jalan ke Gandus di sana terdapat Al-Quran terbesar sekalian wisata religi dan lagi Al-Quran nya bertepatan di salah satu pondok pesantren, nanti di perjalanan ammi jelaskan lagi, mending sekarang kita barangkat nanti kesiangan” Ajak Fatimah kepada anak nya. 

“Baik ammi, tapi om ikut juga kan?“
Tanya Alif kepada Ardhan. 

“Iya, om akan ikut Alif pergi.” Jawab Ardhan sambil tersenyum. 

Setelah mereka di dalam mobil Fatimah menceritakan lagi tentang Al-Quran raksasa.

***
“Ayo sayang sekarang kita sudah sampai, ayo bang selama ini aku baru dua kali datang ke sini dan ini adalah kunjungan ke dua ku, walaupun lama tinggal di sini, tapi sering tidak ada cukup waktu tuk kesini” Jelas Fatimah kepada Ardhan. 

“Kalau yang pertama sama siapa Fatimah? ”Tanya Ardhan yang terus berjalan sambil menuntun Alif, mereka seperti satu keluarga yang harmonis, Fatimah di sebelah kiri dan Ardhan di sebelah kanan. 

“Yang pertama bersama Fatma, waktu pulang dari pesantren” Jawab Fatimah santai. 

“Kalau sama Fahril apa tidak pernah ke sini? Kan waktu itu kamu tinggal di Palembang?!” Tanya Ardhan yang berhasil membuat Fatimah menghentikan langkah nya. 

“Kami tidak pernah ke sini, karna kesibukan mas Fahril yang selalu bolak balik Jakarta-Palembang karna urusan pekerjaan, paling kita kalau lagi hari libur cuma ke timezone menemani Alif bermain, aku juga tidak menuntut ingin liburan karna menurut ku asal kan bersama itu sudah cukup.” Fatimah menjawab sambil mengulas senyuman yang manis dan dengan tatapan yang sulit tuk di arti kan.

“Oh maaf Fatimah kalau abang sudah lancang menanyakan masa lalu mu.” Ardhan nampak merasa bersalah karena telah lancang bertanya seperti itu ke pada Fatimah. 

“Tidak apa bang, itu kan sudah jadi masa lalu ku, ayo kita masuk dan liat-liat dan tolong nanti potoin ya bang.” Jelas Fatimah sambil mengulas senyum bahagia, karna menurut nya masa lalu hanya untuk di kenang bukan untuk di ratapi. 

“Ok nanti abang potoin.” Jawab Ardhan yang langsung diangguki oleh Fatimah. 

“Sini bang tolong potoin Fatimah di situ ya, abang poto nya dari sini aja.” Pangil Fatimah sambil melambaikan tangan dan terus tersenyum. Senyuman yang bisa menggetarkan hati Ardhan.

“Alif tunggu di sini sama om dulu ya sayang, ammi mau minta di potoin sebentar.” Jelas Fatimah kepada  Alif, yang cuma diangguki dan senyumin oleh sang anak.

“Mana bang hasil nya, Fatimah mau !lihat” Pinta Fatimah dan langsung diangguki dan menyodorkan HP nya. 

“Ini, bagus hasil nya kamu kelihatan cantik.” Puji Ardhan yang langsung di sambut senyuman yang manis oleh Fatimah. 

“Iya benel ammi tantik, tapi kan ammi nya Alif memang celalu tantik, iya kan om?” Kata Alif  polos yang langsung minta persetujuan Ardhan. 

“Bener banget kamu sayang.” Kata Ardhan sambil mencium pipi Alif karna gemes dengan tingkah laku Alif. 

“Abang kenapa malah ngikut Alif, aku kan jadi malu, apa lagi di sini lagi banyak orang, tuh orang pada liat ke sini.” Sungut Fatimah sambil mengarahkan pandangannya kepada orang-orang. 

“Tidak usah malu lah, kan abang bilang yang abang lihat.” Ardhan berkata sambil tersenyum  menghadap Fatimah. 

“Terserah abang lah.” Jawab Fatimah malu-malu. 

“Ya, memang terserah abang lah kan yang abang puji tu calon istri abang.” Ardhan senyum-senyum sambil menaik turun kan alis nya. 

“Apa sih bang, becanda nya tidak lucu.” Jawab Fatimah asal padahal dia cuma menutupi rasa canggung dan rasa malu nya saja, tapi dia lebih memilih tak menanggapi serius ucapan Ardhan. 

“Andai kamu tahu Fatimah, aku itu berkata jujur, aku jujur dan tulus ingin menjadi kan mu istri ku, tapi seperti nya kau masih belum ingin membuka hati mu, ku harap kau akan segera membuka hati mu.” Gumam Ardhani di dalam hati sambil menghadap Fatimah yang sedang tersenyum kepada nya. 

“Jujur bang, aku cukup tertarik dengan diri mu dan perhatian mu, tapi aku belum siap, aku belum siap seandainya kau hanya akan mempermainkan diri ku, walau ku melihat ketulusan di mata mu, aku hanya meragukan diriku sendiri, apa aku sanggup menerima mu tanpa menyakiti mu. Aku bukan lah wanita yang sempurna tuk mu bang, ku harap kau bisa menemukan wanita yang jauh lebih baik dari ku. Fatimah berkata di dalam hati sambil tersenyum menghadap Ardhan. Ini lah yang di sebut bibir tersenyum, tapi hati berkata lain. 

Lamunan mereka terhenti kalah mendengar suara Alif yang memanggil mereka. 

“Ammi, om kok malah melamun, kan Alif melasa di anggulin.” Kata Alif sambil memanyunkan bibir nya. Entah mengapa kadang pemikiran Alif bisa terlihat sangat berbeda dari umur nya, tapi walau begitu Alif tetap lah seorang anak kecil yang masih belum benar-benar pahan akan kehidupan orang dewasa. 

“Tidak kok sayang, ammi tidak melamun.” Jawab Fatimah sambil mencium dan mengelus kepala Alif. 

“Iya, om juga tidak melamun, om tadi cuma mikir abis ini Alif mau pergi ke mana lagi?!” Jawab Ardhan beralasan. 

“Oh, alau abis ini Alif mau makan telus pulang, coal nya Alif udah capek om.” Jawab Alif dengan gaya polos nya dan di tambah lagi dengan logat bicara nya yg lucu. 

***

“Nak, Alif abis ini mau tinggal sama nenek atau mau tinggal sama ayah, Alif kan tau kalau ammi sekarang harus kerja dan ammi juga akan melanjutkan kuliah ammi yang belum selesai?!” Jelas Fatimah pada Alif, karna kalau Alif tinggal sama Fatimah dia akan sering di tinggal-tinggal pergi. Tentu saja Fatimah tidak ingin anak nya merasa sedih dan sendiri. 

“Tapi Alif mau nya tinggal sama ammi!” Jawab Alif sambil memasang muka sedih nya, yang bisa membuat Fatimah tak berdaya menghadapi nya. 

“Atau gini aja, selagi ammi kerja atau kuliah Alif tinggal sama ayah dulu, setelah ammi pulang ammi akan jemput Alif. Gimana sayang mau ya, ini kan untuk kebaikan ammi dan Alif juga.” Jelas Fatimah kepada Alif supaya bisa mengerti keadaan nya sekarang. 

“Kalau itu...
Alif mau mi, asal bisa sama ammi.” Jawab Alif sambil berpikir. 

“Berarti Alif setuju kan sayang, kita deal kan sekarang?”  Ucap Fatimah sambil menyodorkan tangan nya pada Alif seperti orang yang akan mengajak berkenalan. 

“Iya ammi tu cayang” Jawab Alif sambil memeluk Fatimah, bukan menjabat tangan Fatimah tapi malah memeluk Fatimah. 

“Ya sudah sekarang Alif tidur ya sayang, kan besok kita sudah harus balik dan lagi ammi juga harus balik ke pesantren tempat ammi bekerja!” Bujuk Fatimah sambil membelai lembut rambut Alif. 

“Ammi di cana kelja apa? Kok Alif tak tau?” Tanya Alif dengan tingkah polos nya karna merasa penasaran. 

“Ammi di sana mengajar kan cara menjahit, dan gimana caranya supaya bisa membuat baju sendiri sayang.” Jelas Fatimah. 

“Ammi bica jait, kenapa Alif tak tau mi? Ammi kan tak pelnah jait sama Alif!”

Fatimah tersenyum mendengar celotehan anak nya yang selalu ingin tahu tentang hal-hal yang belum pernah ia ketahui. 

“Iya sayang, ammi bisa jahit kan ammi kuliah di pakultas desain fashion.”

🌹🌹🌹

“Ukhti, aku tambah gugup sekarang, apa lagi pernikahan ku tinggal tiga hari lagi rasa nya gimana gitu.” jelas Fatma sambil menggengam tangan Fatimah. Sangat nampak di wajah nya bahwa sekarang ia sedang gunda. 

“Insyaallah semua nya akan baik-baik saja, serahkan semua pada Allah karna Dia yang maha segalanya.” Fatimah berusaha menenangkan sahabat nya yang sedang gelisah menghadapi hari pernikahan nya yang hanya tinggal menghitung hari. 

“Iya aku yakin dengan kuasa-Nya ukhti, cuma rasa gugup ku tidak bisa ku sembunyikan.” Ucap Fatma yang masih merasa gelisah. 

***

Ekhem gimana ya kelanjutan Fatimah dan Ardhan? 

Kok mereka jarang di expose ya? 

Nantikan kelanjutan nya di “Novel Jodohku Milik Orang”

... 

Kamis, 10 Juni 2021

Jodohku Milik Orang Bab. 14 Pulang kampung

Satu hari berlalu, sekarang Fatimah bersiap pulang ke kampung halaman nya yang berada di Palembang.

Lima puluh menit menempuh penerbangan dari Jakarta-Palembang akhirnya Fatimah dan rombongan sampai di bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II

Fatimah dan rombongan di jemput oleh orang tua nya yang sudah menunggu mereka.

“Nenek, Alif lindu sama nenek.”

“Iyo nenek jugo rindu samo Alif, apo kabar cocong nenek yang cindo ni (Iya nenek juga rindu sama Alif, apa kabar cucu nenek yang ganteng ini).” Ibu Fatimah memeluk Alif yang di balas pelukan pula oleh Alif.

“Alif aik nek.” Alif menjawab dengan cara bicara yang belum sempurna karna usia nya yang masih dua tahun setengah, membuat orang yang mendengar jadi tersenyum.

“Assalamu'alaikum bu, abah apo kabar? (Assalamu'alaikum bu, abah apa kabar).” Tanya Fatimah kepada kedua orang tua nya sambil mencium punggung tangan kedua orang tua nya.

“Waalaikumsalam, alhamdulillah abah dan Ibu sehat.” Jawab abah.

“Mano Falih, ngapo dio dak teliat bu? (Mana Falih, kenapa dia tidak melihat bu?).” Tanya Fatimah karna tidak melihat keberadaan sang adik.

“Adek mu lagi begawe, jadi dio dak pacak melok ke sini (Adik mu lagi bekerja, jadi dia tidak bisa ikut ke sini).” Kali ini ibu Fatimah yang menjawab.

“Eh kita bicara pakai bahasa Indonesia saja, nanti nak Ardhan tidak mengerti apa yang kita bicara kan.” Celetuk abah yang baru menyadari dengan keberadaan Ardhan.

“Tak apo-apo bah, Ardhan ngerti dengan baso keluarga abah, karno Ardhan perna tinggal lamo di Palembang (Tidak apa-apa bah, Ardhan mengerti dengan bahasa keluarga abah,karna Ardhan pernah tinggal  lama di Palembang).” Jawab Ardhan yang menirukan bahasa keluarga Fatimah.

“Oh jadi nak Ardhan pernah tinggal lama di sini?”  Tanya abah Fatimah yang tak menyangka kalau Ardhan mengerti dengan percakapan mereka.

“Iya bah, saya pernah tinggal bersama nenek di sini sebelum nenek juga ikut pindah ke Jakarta.” Ardhan menjawab sambil terus mengulas senyuman menawan nya.

“Yo sudah kalu macam tu, payo kito balek (Ya sudah kalo seperti itu, ayo kita pulang).” Ajak ibu kepada Fatimah dan yang lain nya.

***
“Bang nanti abang tinggal di rumah abah dan ibu saja ya, kalau di rumah Fatimah takut nya akan timbul fitnah soal nya kita tidak ada ikatan.” Ucap Fatimah menjelaskan kepada Ardhan.

“Iya tidak apa-apa, tapi kalau mau buat ikatan sama abang boleh juga tu, biar abang lamar terus abang ajak kamu nikah deh.” Ardhan tersenyum menggoda Fatimah yang kaget akan ucapan nya.

*deg

“Abang tidak usah bercanda kayak gitu deh tidak lucu ah, ya sudah aku mau pulang ke rumah dulu bang.” Fatimah berlalu meninggalkan Ardhan dengan hati yang masih deg degan.

Ardhan hanya tersenyum melihat kelakuan Fatimah.

“Aku serius Fatimah, tapi seperti nya kamu belum siap membuka hati kamu untuk laki-laki lain, aku tau kamu masih merasa terpuruk atas peristiwa yang menimpa mu, tapi aku kan menunggu mu, kalau kita berjodoh pasti akan bersatu bagaimana pun caranya Allah pasti mempersatukan kita. Ardhan membatin sambil memperhatikan punggung Fatimah yang berlalu meninggalkan nya.

*Di rumah Fatimah

“Seperti nya aku harus melanjutkan kuliah ku tahun depan, kan sayang kalau tidak ku lanjutkan, setelah itu aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus lagi supaya bisa menata masa depan bersama malaikat kecil ku lagi.” Fatimah berbicara sendiri sambil berbaring di kamar nya sendirian, karna Alif tinggal di rumah orang tua nya yang masih ingin bermain sama nenek dan kakek nya.

Setelah ba'da ashar Fatimah kembali ke rumah orang tua nya untuk menjemput Alif.

“Assalamu'alaikum abah.” Sapa Fatimah kepada abah nya yang ada di teras rumah.

“Waalaikumussalam.” Jawab sang abah yang mendengar salam dari putri sulung nya.

“Di mana Alif bah, kok tidak kelihatan?” Tanya Fatimah sambil clingak clinguk melihat tak ada kehadiran anak nya.

“Anak mu lagi jalan-jalan sama Ardhan, kata anak mu dia bosan dirumah, jadi langsung di ajak Ardhan jalan.” Jelas abah kepada Fatimah.

“Jalan ke mana bah?” Tanya Fatimah penasaran.

“Kata nya ke mall ingin main di timezone.” Jawab Abah.

“Sudah lama ya bah, aduh jadi ngerepotin bang Ardhan ni.” Fatimah merasa tidak enak hati karna telah merepotkan Ardhan.

“Tidak repot kok, malahan aku senang bisa main sama Alif.” Celetuk Ardhan saat mendengar Fatimah yang merasa tidak enak hati kepada nya.

Fatimah terkejut dan langsung menoleh ke sumber asal suara.

“Eh bang Ardhan, sudah pulang bang?!” Tanya Fatimah yang sedikit terkejut dengan kehadiran Ardhan yang secara tiba-tiba.

“Iya, takut kesorean nanti kamu malah jadi cemas.” Ardhan bertutur lembut dan dengan senyuman nya yang menawan.

“Alif senang tidak main ke timezone sama om Ardhan?” Tanya Fatimah sambil berjongkok di hadapan anak nya supaya tinggi nya sejajar.

“Senang ammi, Alif cenang cekali main cama om Aldhan” Kata Alif sambil cengegesan.

“Kalau senang bilang apa dong sama om nya!” Ucap Fatimah kepada Alif yang kelihatan sangat senang.

“Bilang makacih mi..” Alif berkata sambil mencium pipi ammi nya yang sedang berjongkok di depan nya.

“Bukan sama ammi sayang, tapi sama om Ardhan.” Fatimah hanya terseyum melihat tingkah lucu anak nya.

Alif berbalik dan menarik baju Ardhan, Ardhan pun berjongkok untuk mensejajarkan tubuh mereka.

“Iya! ada apa Alif sayang?” Tanya Ardhan saat dia sudah berjongkok.

“Alif mau bilang makacih, makacih udah ajak Alif main  ke timezone om” Alif berkata sambil memeluk Ardhan yang sedang berjongkok di depan nya.

“Sama-sama sayang, om senang bisa main sama Alif” Jawab Ardhan sambil membalas pelukan Alif dan tentunya Ardhan merasa sangat senang karna Alif bisa akrab dengan nya.

“Besok Alif mau ikut ammi ngak?”
Tanya Fatimah sambil mengelus rambut Alif yang hitam.

“Kemana mi? Alif mau ikut!” Alif menjawab sambil loncat-loncat karna merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama ammi nya.

“Ada deh, besok Alif bakal tau” ucap Fatimah sambil mencium pipi anak nya.

“Tapi om ikut kan?” Tanya Alif kepada Ardhan yang masih berjongkok di depan nya “Ikut kan ammi?!” Tanya nya lagi kepada sambil menoleh ke arah Fatimah.

“Tanya om nya sayang, mau ikutan atau tidak.” Jawab Fatimah kepada Alif dan di balas dengan anggukan oleh Alif.

“Gimana om mau aja ya, nanti alau Alif apek ada yang endong Alif” Alif berkata penuh harap, Ardhan hanya tersenyum melihat tingkah lucu Alif.

“Iya sayang, om ikut.” Jawab Ardhan mengacak-acak rambut Alif.

“Ih om, angan belantakin lambut Alif.” Rajuk Alif sambil memanyun kan bibir nya, Fatimah dan Ardhan hanya tersenyum gemas melihat nya.

***
“Ayo sayang kita jalan-jalan ke Gandus di sana terdapat Al-Quran terbesar sekalian wisata religi dan lagi Al-Quran nya bertepatan di salah satu pondok pesantren, nanti di perjalanan ammi jelaskan lagi, mending sekarang kita barangkat nanti kesiangan.” Ajak Fatimah karna takut akan kesiangan.

“Ok ammi, om juga ayo kita jalan nanti ammi yang adi peandu kita” Ajak Alif dengan girang.

“Ayo, om akan ikut kemana Alif mau pergi
” Jawab Ardhan sambil tersenyum.

🌹🌹🌹
Ayo penasaran gak sama akhir cerita Fatimah dan Ardhan?

Siapa ya kira-kira yang jadi jodoh Fatimah sampai ke Jannah?

Apa Ardhan akan bersatu dengan Fathanah atau akan ada yang lain?

Stay terus ya di novel Jodohku Milik Orang!


Jodohku Milik Orang Bab.13 Perasaan Fatimah

Happy Reading All 😘

*Fatimah POV on*

Di sini lah aku sekarang, dirumah mantan suami ku, sejujurnya aku sangat barat hati saat akan datang ke sini dan bertemu dengan orang yang perna jadi suami ku, tapi ini semua ku lakukan demi anak ku Alif, semua orang melihat ku sebagai wanita tanggu, wanita yang mandiri, wanita yang cerdas, wanita yang tegar, wanita yang shalehah, tapi sebenarnya aku hanya wanita yang lemah, aku sama seperti wanita pada umumnya, yang ingin di sayang, yang ingin  di manja, yang ingin diperhatikan, yang ingin  di mengerti dan wanita yang butuh sandaran dikala hati ini sedang terpuruk dan terjatuh ke dalam jurang kehancuran. Memang kedengarannya seperti aku tak percaya akan kehendak Tuhan, tapi kembali lagi aku ini hanya manusia biasa yang masih banyak kekurangan, yang masih mmpunyai hawa nafsu. Aku meratap, menangis, bersimpuh pada yang maha Kuasa berusaha tuk ihklas seutuhnya demi anak ku, aku harus bangkit walau tanpa seorang laki-laki yang memimpin ku, aku harus bangkit tuk diri ku dan anak ku.

Salam ku ucap kan  waktu sampai ke depan pintu rumah nya
“Assalamu'alaikum...”

“Waalaikumsalam”

Aku melihat Humaira yang membukakan pintu tuk ku dan bang Ardhan, sakit hati saat melihat nya kurasa bukan rasa itu yang kurasakan, tapi lebih ke rasa kecewa namun sebisa mungkin akan ku singkirkan rasa itu, karna aku yang ingin mengikhlaskan jadi aku harus berlapang dada.

Dia mempersilahkan kami masuk, saat masuk aku melihat Alif keluar dari dalam rumah dan langsung menghamburkan diri nya ke pelukan ku.

“Silahkan masuk mbak, bang!”
Ajak Humaira kepada kami.

“Ammi, Alif lindu ammi, nanti Alif ikut ammi ya, kata ayah Alif halus nanya ammi dulu balu boleh ikut...”
Aku senang melihat dan mendengarkan anak ku bercoteh, tanpa terasa air mata ku mengalir membasahi pipi ku saat melihat anak ku.
Dia mengusap lembut air mata di pipi ku dengan tangan kecil nya saat melihat aku menangis.

“Ammi kenapa nangis, Alif tak mau liat ammi nangis, Alif sedih lau liat ammi kayak gini hiks hiks.”

Anak ku mulai menangis, sakit hati ku rasa nya melihat anak ku menangis karna menghawatirkan diri ku.

“Tidak sayang, ammi senang bisa ketemu sama kamu, oleh karna itu ammi nanggis, ini air mata kebahagiaan sayang.” Aku tersenyum milihat anak ku supaya dia tidak merasa sedih lagi.
Alif pun berhenti memagis setelah aku membujuk nya.

Tak lama berselang mas Fahril datang menghampiri kami, dia menyapa ku dan bang Ardhan, aku hanya tersenyum berusaha menyimpan luka yang masih basah, yang masih terasa perih jika teringat akan peristiwa itu. Aku berusaha menutupinya walau tak mudah.

“Assalamu'alaikum Ardhan, Fatimah.” Sapa nya pada kami berdua

“Walaikumsalam” Jawab bang Ardhan dan aku hanya menjawab di dalam jati dan masih terus tersenyum.

Mas Fahril berusaha mengajak ku berbicara walau hanya seputar Alif dan kesibukan ku sekarang, aku hanya menjawab seperlunya saja, karna ku tau aku harus menjaga hati Humaira yang saat ini berstatus sebagai istri mas Fahril, sedangkan aku hanya seorang mantan istri.

“Bagaimana keadaan Kiai Abdullah?” lagi mas Fahril bertanya kepada ku

“Alhamdulillah Kiai Abdullah sekeluarga sehat, oh iya mas ada undangan dari Fatma, dia akan menikah dua minggu lagi, ini undangan nya, dia berharap mas dan Humaira bisa hadir di pernikahan nya nanti.” Jelas Fatimah yang merasa agak canggung saat berbicara dengan Fahril.

“Insyaallah, aku dan Humaira akan hadir di pernikahan Fatma”

Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan nya. Tak lama dari situ kami undur diri dan mengajak Alif ikut serta bersama kami, Anak ku begitu senang bisa ikut bersama ku. Hati ku menghagat melihat anak ku yang begitu bahagia bahkan dengan hal-hal yang kecil seperti ini, aku bahagia memiliki anak seperti Alif yang tak pernah menuntut dia hanya ingin satu, yaitu kasih sayang dari kedua orang tua nya, sebisa mungkin aku dan mas Fahril memenuhi keinginan kecil nya ini, walaupun kami telah berpisah.

Waktu menjelang siang, kami sampai di rumah orang tua bang Ardhan, karna memang jarak antara rumah mas Fahril dan orang tua angkat ku ini tidak lah jauh.

“Assalamu'alaikum” Ucap kami barsamaan saat berada di depan pintu yang terbuka, ku melihat orang tua angkat ku lagi duduk santai di ruang tamu, mereka sengaja menunggu di ruang tamu karna mereka telah mengetahui akan kepulangan kami hari ini.

“Waalaikumsalam” Jawab mereka kompak, lalu pandangan mereka beralih ke Alif yang sedang berada di dalam gendongan bang Ardhan.

“Eh ada Alif, sini cucu oma duduk di samping oma” Lalu mama mengambil Alif dari gendongan bang Ardhan dan menuntun Alif masuk ke dalam rumah, Aku hanya tersenyum melihat perlakuan orang tua angkat ku terhadap Alif.

“Ayo masuk nak, jangan  berdiri di situ, kayak orang yang mau nagih hutang aja tidak masuk.”

Aku mengangguk dan mengulas senyum ku ke pada papa Wijaya.

Bang Ardhan mengekor di belakang ku, sampai akhirnya bang Ardhan membuka suara setelah kami hanya tinggal berdua di ruang keluarga, karna Alif ikut mama dan papa ke taman yang ada di belakang rumah yang besar ini.

“Fatimah kenapa sejak pulang dari rumah Fahril, kamu jadi tidak banyak bicara?” Tanya nya pada ku

Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa aku lebih pendiam setelah kepulangan kami dari rumah mas Fahril, aku cuma merasa nyaman saja dengan cara diam ku ini, mungkin bisa di bilang aku merasa kecewa, sedih, bahagia menjadi satu. Kecewa karna penghianatan mas Fahril, sedih karna aku masih susah untuk ikhlas akan segalanya dan bahagia karna masih banyak yang menyayangiku. Mungkin rasa itu lah yang tepat untuk perasaan ku sekarang.

Ternyata memang benar melupakan orang yang menyakiti itu lebih susah, bukan berarti aku mencintai nya tapi aku merasa lelah dengan perasaan ini. Lamunan ku terhenti saat terdengar suara bang Ardhan yang kembali bertanya kepada ku.

“Fatimah kamu kenapa? Kok malah melamun! ”

“Tidak bang Fatimah hanya merasa lelah, mungkin karna perjalanan yang cukup jauh dan lama sehingga membuat Fatimah lebih memilih untuk diam sangking capek nya.”Jawab ku sambil terus menyelipkan senyum termanis ku

“Benar cuma karna capek?  Bukan karna yang lain?” Tanya nya lagi untuk memastikan bahwa yang ku katakan benar ada nya.

Aku tersenyum “Iya abang, Fatimah tidak apa-apa!”

“Ya sudah kalau capek kamu istirahat saja dulu di kamar, biar Alif nanti abang yang urus, lagi pula sekarang dia masih main sama oma dan opa nya di taman belakang” Katanya sambil tersenyum tulus ke pada ku.

Akhirnya aku memilih tuk istirahat di kamar ku “Iya bang, Fatimah istirahat dulu ke kamar ya, Fatimah ingin  tidur sebentar, titip Alif ya bang” Aku berlalu meninggalkan bang Ardhan yang mengangguk dan tersenyum kepada ku.

*Fatimah POV off*